Oleh: Mochamad Yusuf*
Bulan Ramadhan tinggal beberapa hari lagi. Saya membuka resolusi yang saya buat sebelum bulan Ramadhan. Melihat apa saja yang sudah saya lakukan selama Ramadhan ini. Apakah saya sudah mewujudkannya?
Ya untuk pertama kali dalam hidup, saya membuat resolusi Ramadhan. Baru selama lebih dari 40 tahun, saya membuat janji untuk bulan puasa. Saya membuat sebuah resolusi.
Resolusi adalah janji yang harus dilakukan atau target apa yang tercapai dalam kurun waktu ke depan. Biasanya resolusi ini dibuat untuk tahun Masehi. Ya, di akhir bulan Desember atau di awal Januari. Tapi kali ini saya membuatnya untuk Ramadhan.
Ada 2 resolusi untuk Ramadhan. Yang pertama adalah menyelesaikan membaca terjemahan Al Quran sampai tuntas. Sebenarnya saya sudah melakukannya sebelum bulan puasa. Namun macet sampai juz 10. Jadi baru sepertiganya. Saya ingin memulainya lagi dari awal dan menuntaskannya sampai selesai.
Ya, saya senang melakukan hal ini karena tak sekedar membaca. Tapi saya menggaris-bawahi pada kalimat yang penting. Memberi catatan di pinggirnya. Membuat catatan di post-it dan ditempel. Atau melipat halaman-halaman yang saya anggap penting. Jadi membacanya bisa sekaligus sebagai catatan dokumentasi.
Resolusi kedua adalah menulis artikel tiap harinya. Tema tentang apa saja. Asal tulisan itu bermanfaat bagi orang lain. Saya harus menulis minimal 1 halaman A4 dengan spasi 1. Tulisan-tulisan ini nantinya diunggah di blog saya, dan dibagi (share) di situs media sosial seperti Facebook, Twitter dan Google+. Semua tulisan ini saya masukkan dalam serial ‘Obrolan di Bawah Rindangnya Cemara’.
Ini adalah serial baru. Saya memang membuat tulisan dengan beberapa tema. Tulisan terkait rezeki saya masukkan dalam serial ‘Rahasia Rezeki’. Lalu ada serial ‘Misteri Cinta & Jodoh’ untuk tulisan berkaitan dengan cinta dan jodoh. Dan masih banyak lagi. Serial ‘Obrolan di Bawah Rindangnya Cemara’ ini hanya khusus tulisan yang saya tulis di bulan Ramadhan tahun ini.
Menulis Sebagai Eksistensi Diri
Apa yang mendorong saya menulis?
Tentu banyak hal yang bisa diraih dengan menulis. Alasan pertama, adalah dengan menulis kita bisa membagi ide, pendapat, pengalaman dan pengetahuan yang kita miliki. Dengan tulisan, semua hal itu dapat didokumentasikan. Sehingga bisa ditrasferkan ke orang lain, ke tempat yang lebih luas bahkan bisa dari generasi ke generasi.
Sebenarnya perbedaan manusia dan binatang adalah manusia bisa mewariskan pengetahuannya ke anak cucu. Sehingga manusia semakin tinggi pengetahuan dan budayanya. Sedangkan binatang, pengetahuan dan pengalaman seluas apapun yang dimilikinya akan hilang dibawa dengan matinya binatang tersebut.
Dengan tulisan, apalagi sampai dibukukan, pengetahuan, pengalaman dan budaya seseorang bisa disimpan. Lalu dibaca dan dipelajari oleh orang lain. Dengan menulis, eksistensinya bertahan tak hanya sepanjang masa usinya. Tapi bisa sampai berabad-abad kemudian. Seperti buku ‘Riadhus Shalihin’ karangan Imam Nawawi yang menjadi favorit saya. Dia yang sudah meninggal 8 abad lalu tapi karyanya masih dibaca sekarang bahkan masih ratusan tahun lagi kelak. Saya mungkin tak bisa menyamai Imam Nawawi, tapi berharap saya bisa memperpanjang eksistensi saya.
Alasan kedua adalah belajar membuat buku. Dengan buku tak hanya bisa berbagi seperti point pertama di atas, tapi juga dapat sebagai ‘personal branding’ dan menambah pendapatan. Hehehe. Yang jelas, saya sudah menulis 2 buku. Dan royalty yang saya peroleh dari penjualan buku itu buat kuliah S2. Kalau tidak, mungkin saya tidak bisa memperoleh gelar M.Si. Karena sudah berkeluarga, tentu biaya kuliah jadi pertimbangan yang cukup berat (saya sudah menuliskan kebimbangan antara kuliah lagi atau tidak, yang akhirnya mendapat solusinya dengan royalty buku di sini, Master of Facebook.)
Alasan ketiga, mencari amal shalih yang kekal. Rasulullah bersabda dalam hadits yang sangat terkenal, ada 3 amal shalih yang akan selalu bertambah meski sang pemilik amal sudah meninggal dunia. Pertama, amal jariyah yang dilakukan yang masih dimanfaatkan orang lain. Kedua, anak shaleh yang selalu mendoakan orang tuanya. Dan terakhir ketiga, ilmu yang bermanfaat. Tulisan ini saya harapkan menjadi ilmu yang bermanfaat. Dan selama orang-orang masih bisa merasakan faedah tulisan saya, maka pahala akan terus mengalir ke saya.
Sebenarnya masih banyak manfaat menulis yang saya rasakan. Seperti bisa mengurangi stress, obat awet muda, lebih sehat dan lainnya. Tapi 3 point di atas itulah yang utama.
Menulis Lebih Produktif di Ramadhan
Sebagai seorang karyawan, saya sedikit memiliki waktu luang untuk menulis. Saya sudah harus di kantor pukul 08.00 dan baru keluar dari kantor pukul 17.00. Karena rumah saya jauh, di pinggiran kota bahkan sudah di luar kota, maka baru tiba di rumah pukul 19.00.
Saya hitung-hitung waktu tersisa di luar kantor hanya 4 jam, yakni 2 jam sebelum berangkat kantor dan 2 jam setelah tiba di rumah. Namun hanya 2 jam saja yang cukup efektif menulis. Karena 2 jam sepulang kantor itu sudah capek. Sudah tidak segar untuk menulis. Sehingga saya biasa menulis setelah shalat Subuh. Yakni sekitar pukul 05.00-06.00.
Namun di luar Ramadhan, sangat susah untuk menyisihkan waktu untuk menulis. Ini berbeda saat Ramadhan. Karena Ramadhan relatif memiliki waktu luang lebih banyak. Pada bulan Ramadhan jam kantor jam pulang lebih maju setengah jam, meski jam masuk tetap. Sehingga sebelum Maghrib sudah sampai rumah.
Selain itu ada saat sahur, dimana saya biasa bangun pukul 03.00 untuk makan sahur. Setelah itu, kita bisa memanfaatkan waktu luang sampai saat berangkat ke kantor. Waktu luang yang lebih banyak daripada hari-hari biasa ini saya manfaatkan untuk menulis. Saya merasa di bulan Ramadhan ini, saya lebih produktif untuk menulis. Saya bisa menulis tulisan lebih banyak.
Dan saya yang suka saat Ramadhan ini, saya bisa langsung mengunggahnya ke blog saya. Di rumah saya menggunakan akses internet lewat GSM modem. Pagi hari setelah sahur, internetnya relatif kencang. Jadi kalau mengunggahnya bisa lebih ngaciiirr… Hehehe.
Kalau tak sempat saya unggah di rumah, saya akan lakukan di kantor. Kebetulan kantor menggunakan Speedy. Kantor berlangganan internet dengan sebuah paket yang ternyata diberi bonus paket TV berlangganan. Keren. Jadinya selain internet kencang dan stabil, kita bisa menonton tayangan unggulan luar negeri. Sungguh mantab.
Internet dan Peluang Industri Kreatif
Saya bersyukur adanya internet. Saya kadang berpikir, alangkah indahnya kalau saya dilahirkan lebih terlambat beberapa tahun. Hehehe. Karena waktu saya masih sekolah dulu saya sudah suka menulis. Tapi dulu media sebagai tempat wadah tulisan itu terbatas. Paling hanya saya tulis di buku harian. Padahal dengan buku harian ini, tulisan ini hanya bisa saya baca sendiri. Ihik ihik.
Ada memang media sekolah, yakni koran dinding dan majalah sekolah. Tapi majalah sekolah hanya terbit tiap semester. Sedangkan koran dinding hanya terbit sebulan sekali dalam bentuk selembar yang ditempel di papan pengumuman. Itupun kalau tak malas redaksinya.
Koran? Majalah? Buku?
Boro-boro. Ini lebih berat lagi kalau sampai tulisan saya termuat di sana. Ruang medianya terbatas ditambah dengan pengirimnya banyak dari berbagai kalangan membuat persaingannya begitu tinggi. Jadi sangat wajar, kalau harus kalah bersaing dengan penulis yang terkenal. Ya, ini saya maklumi.
Sekarang dengan adanya internet, kita bisa memiliki media sendiri. Punya koran, majalah atau buku sendiri. Dengan internet kita bisa membuat website sendiri atau kalau nggak mau repot, mendaftar blog. Di sini kita dapat memuat tulisan kita sendiri. Tak perlu bersaing dan dikaji lagi layak muat atau tidak. Karena punya-punya kita sendiri, ya kita sendiri yang menentukan bisa dimuat atau tidak. Kita bisa memuat sebanyak kita mau. Tidak perlu repot. Hehehe.
Atau kalau mau gampang, kita unggah tulisan kita sebagai blog di situs sosial media seperti Facebook. Di Facebook tulisan ini dinamakan sebagai ‘notes’. Bahkan dengan mengunggahnya sebagai ‘notes’, tulisan kita bisa diapresiasi langsung oleh orang lain lewat ‘like’ dan komentar. Hal itu tak bisa dilakukan oleh media massa tradisional.
Untuk buku, kita bisa membuatnya dalam format e-book. Kita bisa membagikan gratis buku kita, atau menitipkan pada toko-toko buku online. Dan itu semua, relatif tak terlalu repot menjual buku online ini di toko-toko maya. Bahkan royalty-nya lebih besar daripada rotalty buku cetak.
Tak laku?
Siapa bilang… buku yang paling laku di toko buku online Amazon adalah sebuah e-book yang konon isinya agak erotis. Penjualannya mengalahkan penjualan semua jilid buku Harry Potter dikumpulkan jadi satu di toko yang sama. Luar biasa!
Peluang Baru: Industri Kreatif
Sebenarnya tak hanya tulisan yang bisa memanfaatkan internet, tapi banyak yang lain. Bisa desain, lagu, jingle, foto, gambar, website. Juga aplikasi entah aplikasi untuk komputer, ponsel ataupun tablet yang lagi marak. Ini semua adalah industri kreatif. Sebuah peluang besar yang bisa dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia. Karena industri kreatif ini, semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing.
Tidak ada bangsa yang lebih unggul atau tidak. Bahkan untuk TI (Teknologi Informasi) beberapa negara berkembang seperti India, Singapura dan Cina dikenal programmernya handal namun murah. Ini kesempatan bagus bagi bangsa Indonesia. Sepertinya memang sudah diantisipasi oleh pemerintah, sehingga dibentuk Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia.
Beberapa saat lalu pemerintah Indonesia menawar untuk menunda pelaksanaan perdagangan bebas (AFTA) di kawasan Asia tenggara. Alasan pemerintah adalah perlu waktu untuk mensosialisaikannya. Tapi alasan sebenarnya bagi saya, Indonesia belum siap bertempur dengan negara-negara tetangga bahkan sekalipun dengan negara Vietnam, yang barusan bangkit dari lamanya perang.
Pemerintah belum menyiapkan infrastruktur dan belum mantapnya industri-industri bahan baku, sehingga produk-produk Indonesia belum kompetitif. Apalagi ada mitos etos kerja yang tak produktif. Karena itu sedikit demi sedikit beberapa industri asing memindahkan pabriknya dari Indonesia ke negara lain seperti Thailand atau Vietnam.
Kalau kita amati industri yang padat modal bahkan padat teknologi bisa berpindah ke satu negara ke negara lain, mengikuti biaya produksi yang murah. Meski pemiliknya tetaplah negara-negara maju. Seperti industri sepatu. Dari Amerika Serikat sebagai pemilik merk dan pemakai sepatu ‘sneaker’ terbesar pindah ke Meksiko, lalu ke Indonesia, sekarang pindah ke Vietnam.
Tapi coba bandingkan dengan industri kreatifnya. Musik misal tidak dapat dipindahkan ke negara lain. Atau film. Sejak dulu ada di Hollywood tak bisa dipindahkan ke Jepang, Inggris apalagi Indonesia! Padahal industrinya sangat legit karena bisa mendulang pendapatan sangat gila-gilaan seperti film Titanic, Avatar yang pendapatannya bisa trilyunan. Dan ke depan ada film Batman yang diramalkan lebih gila-gilaan lagi.
Sepertinya memang kita tidak bisa bersaing di industri padat modal, padat karya atau sekalipun padat teknologi ini. Namun kita punya kekuatan industri, yang tidak mudah dipindahkan atau ditiru negara lain, yakni industri kreatif. Tulisan seperti sudah saya jelaskan di atas adalah salah satunya. Yang lain adalah Musik
Internet Modal Industri Kreatif Kita
Internetlah yang membuat sebuah lingkungan kondusif bagi para kreatif untuk berkarya. Buktinya adalah lagu-lagu yang menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Internet juga menjadi media promosi yang paling efektif.
Sebuah trio pemusik, “Goodnight Electric”, yang membawa genre aneh yakni memainkan musik dari komputer, telah beberapa kali manggung di Eropa. Bahkan sempat didokumentasikan oleh TV Jerman. Di Indonesia mungkin dia tak populer, tapi ternyata di negeri orang lain dia jadi raja. Kata mereka, “Goodnight Electric” bisa membuat musik bisa berjiwa dan bersemangat. Padahal lagu-lagu seperti itu biasanya dingin. Dan masih banyak pemusik seperti ini.
Kalau dikatakan hanya pemusik ‘underground’ saja yang berpromosi di internet, anggapan itu salah. Banyak pemusik besar yang terkenal berkat internet. Mbah Surip contohnya. Sebelum terkenal, ternyata dia membuat video klip yang diupload ke YouTube. Dari YouTube inilah kemudian populer. Saykoji, rapper lokal, bahkan berani mengupload lagunya di internet dengan gratis. Dia tak takut lagunya dibajak. Dia malah berharap dibajak, sehingga bisa populer.
Internet yang Masih Mahal
Sayangnya meski ternyata dampak internet yang sudah gegap gempita itu, ternyata penetrasi internet di Indonesia masih rendah. Penetrasi adalah perbandingan pemakai dengan jumlah penduduk secara keseluruhan. Penetrasi internet masih sekitar 10,5% dari jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai 235 juta. Ini terasa jomplang dibandingkan negara tetangga seperti Singapura (73%), Malaysia (68%) bahkan sekalipun dengan Vietnam (25%).
Hal ini mungkin terjadi karena biaya koneksi yang mahal. Bagi beberapa orang internet masih merupakan barang mewah. Mereka lebih banyak berinternet di kantor yang menjadi fasilitas. Namun tawaran paket dari operator seluler membantu konsumen mewujudkan keinginan berinternet yang terjangkau. Bahkan ada keunggulan lain yakni bisa di mana saja dan kapan saja.
Mahalnya ini karena banyak content-content provider di luar negeri seperti Google, Gmail, Yahoo ataupun Facebook. Padahal untuk bisa sampai ke server-server ini kita harus menggunakan saluran (bandwith) negara tetangga. Padahal harga bandwith ini tidaklah murah.
Namun tingkat pertumbuhan pengakses internet per tahunnya sangat tinggi. Indonesia di tahun 2008 mencapai 1500%. Jadi tak bertambah 2-3 lipat, tapi sampai 15 kali lipat! Bandingkan dengan Singapura (150%) atau Malaysia (500%). Dengan jumlah penduduk yang sangat besar (235juta), ada harapan sangat besar pengguna internet menjadi terbesar di Asia tenggara. Mereka bisa dijadikan konsumen yang empuk untuk melakukan promosi via internet.
Ke depan perusahaan yang sanggup melayani transaksi data yang stabil dan murah akan banyak menangguk untung. Perusahaan harus pintar meramu paket-paket yang tepat untuk menjaga konsumen tak lari ke prusahaan lain. Dan yang penting adalah menjaga kestabilan berinternet. Tidak mudah ‘ngedrop’ kecepatan apalagi putus-nyambung.
Speedy memiliki kesempatan sebagai perusahaan kampiun di bidang ini. Kecepatannya sudah mantab dan kestabilannya sudah terjaga. Yang kurang adalah belum tersedianya paket-paket yang lebih murah. Karena perusahaan operator seluler saat ini gencar-gencarnya menawarkan koneksi internet murah, meski kualitasnya masih kalah dengan Speedy. Cuma yang saya khawatirkan, ini hanya masalah waktu. Karena bisa saja ke depan, operator seluler bisa meningkatkan kualitas akses internetnya.
Usulan untuk Kominfo
Sayangnya meski terlihat pontensi yang cerah dari internet, pemerintah belum terlalu giat mendorong, mendukung dan menciptakan lingkungan yang kondusif tumbuhnya internet. Karena itu saya mengusulkan beberap langkah yang bisa dilakukan dalam jangka pendek, menengah dan panjang oleh pemerintah khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika RI demi kemajuan internet, demi daya saing industri kreatif.
Jangka pendek:
1. Pemerintah menyediakan sebuah fasilitas khusus yang sifatnya gratis atau murah untuk hosting berbagai aplikasi dan website. Dengan ini diharapkan banyak muncul content-content lokal.
2. Pemerintah mendorong pelajar, mahasiswa dan akademisi untuk membuat content-content internet yang menarik dengan berbagai lomba. Bila dulu pemerintah rutin mengadakan lomba karya tulis, sebaiknya ke depan ditambah lomba kreativitas IT dengan penghargaan yang sama yakni diundang upacara 17 Agustus di istana.
Jangka menengah:
1. Pemerintah mengatur koneksi internet untuk ke satu titik dahulu (Internet Exchange), dimana ini akan mengurangi biaya bandwith internasional bila mengakses content lokal.
2. Pemerintah memberikan insentif yang menarik sehingga industri pendukukung bisa tumbuh subur. Misal pembangunan gedung cyber, catu daya (listrik PLN) tersendiri, penangguhan pajak dan lainnya.
Jangka panjang:
1. Pemerintah membuat jaringan FO (fiber optik) yang menghubungkan seluruh pulau-pulau besar. Dengan FO akan didapat bandwith yang sangat besar namun lebih murah bila dibandingkan memakai satelit. Saya usulkan lokasi titik pusat ini ada di Madura. Madura selain masih dekat dengan Jawa apalagi ada jembatan Suramadu, juga berada di tengah-tengah kepulauan Indonesia.
2. Pemerintah menyambung koneksi langsung ke Amerika Serikat lewat kabel FO. Bila dianggap memakan biaya besar, bisa disambungkan ke negara-negara besar yang cukup besar bandwithnya. Saran saya bisa disambungkan ke Australia. Apalagi nanti titik temunya di Madura yang relatif dekat ke Australia.
3. Di titik ini akan dibangun pusat koneksi seluruh Indonesia. Jadi di sini ada koneksi internet, ada koneksi ke operator seluler, koneksi telekomunikasi PSTN dan lainnya.
Penutup
Terbukti industri kreatif adalah industri kompetitif yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Industri ini tak mudah dipindahkan atau dijiplak negara lain. Internet tak hanya menyuburkan semangat berkreasi, tetapi juga sebagai promosi dan media penjualan. Dan bulan Ramadhan ternyata menciptakan suasana yang kondusif untuk lebih kreatif. Untuk pengalaman saya, bulan Ramadhan ini saya lebih produkti untuk menulis. Semoga industri kreatif tetap menjadi pilihan industri yang tepat bagi Indonesia. Sehingga kita masih bisa berjaya dan makmur sejahtera. Amin.
~~~
<em>Serial <a href=”http://www.yusuf.web.id/2012/resolusi-ramadhan-1433h2012-m/”>“Obrolan di Bawah Rindangnya Cemara”</a> ini adalah <a href=”http://www.yusuf.web.id/2012/resolusi-ramadhan-1433h2012-m/”>janji saya di awal bulan puasa 2012</a> untuk membuat sebuah kegiatan yang bermanfaat dan berbeda dengan Ramadhan-Ramadhan saya yang lain. Yakni membuat sebuah tulisan setiap harinya selama bulan Ramadhan. Semoga bisa! Amin.</em>
~~~
*Mochamad Yusuf adalah online analyst, pembicara publik tentang IT, host radio, pengajar sekaligus praktisi IT. Aktif menulis dan beberapa bukunya telah terbit. Yang terbaru, “Jurus Sakti Memberangus Virus Pada Komputer, Handphone & PDA”. Anda dapat mengikuti aktivitasnya di personal websitenya, http://yusuf.web.id atau di Facebooknya, http://facebook.com/mcd.yusuf .