Oleh: Mochamad Yusuf*
Bulan puasa ini bisa dikatakan istimewa. Hehehe. Ini tidak ada kaitannya dengan ibadah puasa dan pernik-perniknya. Jadi istimewa karena saya harus mengantar sekolah anak-anak setiap hari. Lho apa istimewanya mengantar anak sekolah?
Ini dimulai dari beberapa hari sebelum bulan puasa. Sewaktu pulang sekolah, sepeda motor penjemput anak-anak mengalami kecelakaan. Mereka ditubruk dari belakang. Zidan yang duduk di belakang, siku kaki tangannya luka. Sepertinya banyak darah yang keluar. Lalu Zelda yang duduk di tengah-tengah hanya lecet-lecet. Sedangkan mbaknya (pembantu rumah tangga) yang mengantar jemput sekolah tidak luka sedikitpun.
Akibat kejadian ini, Zidan sempat trauma kalau sekolah naik sepeda motor dan dibonceng mbaknya. Jadinya saya yang mengantarkan mereka ke sekolah. Kalau saya yang mengendarai motor, Zidan sepertinya percaya saya sehingga tak trauma.
Jarak dari rumah ke sekolah sekitar 5 km. Rata-rata ditempuh dalam waktu 15 menit. Banyak rute yang bisa ditempuh. Tapi pada dasarnya hanya melewati jalan-jalan perumahan dan jalan kampung. Tidak keluar ke jalan raya. Jadi kalaupun tidak pakai helm, tak takut disemprit bapak Polisi. Jadi tidak ada kendaraan yang jalan kencang. Apalagi di beberapa ruas jalan banyak ‘polisi tidur’ (police trap).
Saya sebenarnya juga mengantar Zidan ke sekolah. Tapi karena sudah ada mbaknya juga bertabrakan dengan jadwal olah raga, maka saya jarang mengantarkan Zidan sekolah.
Tapi tahun ini, jadi istimewa karena Zelda, adiknya, juga masuk SD. Dia juga satu sekolah dengan Zidan. Jadi mereka berangkat bareng ke sekolah. Tapi kalau pulang, tidak bareng. Zelda lebih pulang dulu, pk 14.00 dan nanti Zidan, kakaknya, pulang pukul 16.00.
Awalnya ada perasaan segan mengantarkan mereka. Karena saya hitung ada waktu 30 menit yang terbuang, pergi pulang ke sekolahnya anak-anak. Waktu selama ini sebelum waktu berangkat kerja sangatlah berharga, misal untuk mandi, menyiapkan peralatan kerja dan lainnya. Dan ada sesuatu yang menjadi istimewa.
Yakni dalam waktu 15 menit inilah, saya bisa berkomunikasi secara intens dengan mereka. Tanpa ada penolakan atau pengalihan perhatian pada yang lain. Tak mungkin mereka kalau tak setuju terus turun dari motor. Padahal biasanya, Zidan bisa masuk ke kamarnya, kalau tidak setuju dengan perkataan saya.
Saat mengantar inilah saya mengajak mengobrol dan menanamkan pendidikan. Saya bisa menanyakan keberatan-keberatan mereka sewaktu di rumah. Hal ini kadang saya sampaikan ke istri dan diskusikan lagi jalan keluarnya.
Di lain waktu saya main lucu-lucu dengan menganggap kita sebagai pesawat dan mereka sebagai penumpangnya. Saya menirukan suara pramugari sesaat sebelum berangkat. Tentu saja banyak pelesetan di sana-sini.
Lain waktu saya bercerita dengan kisah-kisah kepahlawan, tokoh-tokoh penting dan cerita-cerita Islami. Saya bumbui dengan peristiwa-peristiwa yang terkait di rumah. Jadi dengan cerita-cerita ini, saya bisa ‘memarahi’ dengan tidak langsung kalau ada peristiwa di rumah yang tidak benar.
Di lain waktu saya main tebak-tebakan. Saya mengetest hapalan anak-anak seperti rukun Islam, rukun iman, doa-doa pendek, surat-surat pendek, pengetahuan umum, penemuan-penemuan, pengetahuan alam dan sebagainya. Kebetulan anak-anak saya minta untuk banyak membaca dengan meminjam buku sebanyaknya setiap hari dari perpustakaan.
Di lain waktu saya menggali apa yang dikerjakan di sekolah, nama guru dan teman sekolahnya, kegiatan-kegiatan yang ada di sekolah dan lainnya. Dengan bertanya seperti ini, sedikit banyak saya mulai mengetahui lebih banyak tentang sekolah dan hal-hal yang terkait dengannya.
Mengantarkan mereka ke sekolah ada sebuah konsekuensi yang cukup berat yang harus saya lakukan. Yakni saat bangun tidur, saya harus langsung mandi. Setelah mandi lalu shalat Subuh. Setelah itu saya berganti pakaian kerja. Sepagi itu, ya. Karena kalau mandi agak siang, kamar mandinya dipakai anak-anak juga mepet kalau berangkat kerja. Jadi yang terjadi sepulang ke rumah setelah mengantar, saya langsung berangkat kerja bareng istri. Karena istri sudah siap berangkat.
Meski agak berat konsekuensinya, lambat laun saya menikmatinya. Ada sesuatu yang istimewa di sini. Apalagi anak-anak masih kecil. Zidan sudah kelas 6, tahun depan sudah SMP, maka mungkin saya tidak bisa mengantarkan. Atau mengantarkan tak sesantai sekarang, karena sekolah SMP sudah melewati jalan raya.
Jadi kecelakaan itu, ada sisi positifnya. (Padahal akibat kecelakaan itu, saya tidak memiliki pembantu. Mbaknya minta pulang 2 hari sebelum puasa, karena ternyata ada luka dalam. Dia minta dirawat di desa).
Apakah nanti saya masih melakukan antar sekolah anak-anak, meski mbaknya kembali siap mengantarkan mereke ke sekolah? Entahlah. Tapi ternyata ada beberapa hal istimewa saat mengantarkan anak-anak ke sekolah.
Bagaimana dengan pengalaman Anda? [TSA, 15 Ramadhan 1433H / 3 Agustus 2012M subuh]
~~~
<em>Serial <a href=”http://www.yusuf.web.id/2012/resolusi-ramadhan-1433h2012-m/”>“Obrolan di Bawah Rindangnya Cemara”</a> ini adalah <a href=”http://www.yusuf.web.id/2012/resolusi-ramadhan-1433h2012-m/”>janji saya di awal bulan puasa 2012</a> untuk membuat sebuah kegiatan yang bermanfaat dan berbeda dengan Ramadhan-Ramadhan saya yang lain. Yakni membuat sebuah tulisan setiap harinya selama bulan Ramadhan. Semoga bisa! Amin.</em>
~~~
*Mochamad Yusuf adalah online analyst, pembicara publik tentang IT, host radio, pengajar sekaligus praktisi IT. Aktif menulis dan beberapa bukunya telah terbit. Yang terbaru, “Jurus Sakti Memberangus Virus Pada Komputer, Handphone & PDA”. Anda dapat mengikuti aktivitasnya di personal websitenya, http://yusuf.web.id atau di Facebooknya, http://facebook.com/mcd.yusuf .
Pingback: Mengantar dan menjemput anak-anak ke sek « ..| Home of Mochamad Yusuf |..