Hari Minggu kemarin saat mencuci mobil, saya lihat 4 anak tetangga yang duduk dekat mobil yang sedang saya cuci. Mereka duduk bersimpuh di pinggir jalan. Yang tertua mungkin kelas 6 SD dan termuda kelas 2 SD. Yang menarik semuanya membawa HP. Semuanya asyik main HP-nya masing-masing. Dan semuanya smartphone Android berlayar lebar.
Saya sempat menengok apa yang sebenarnya mereka mainkan. Tapi mereka cepat-cepat menarik HP-nya dan menyembunyikan di belakang badannya. Saya tersenyum, mereka juga tersenyum. Hehehe.
Kelak beberapa waktu kemudian (mungkin tidak sampai satu jam), datang lagi 4 anak. Kali ini semuanya cowok. Ya, 4 anak sebelumnya semuanya cewek. Lagi mereka membawa HP dan lalu asyik memainkan HP-nya. Hanya 2 anak laki yang hanya melihat HP teman-temannya. Tapi 2 anak ini, satu masih duduk di TK dan satunya malah belum sekolah. Hehehe.
Beberapa waktu lalu saat di Pare, Kediri, istri saya menunjukkan sebuah artikel yang memberitakaan sudah jutaan anak-anak di Cina kecanduan dengan game HP. Pemerintah setempat sudah mendirikan rumah sakit khusus yang merehabilitasi anak-anak yang kecanduan game HP tersebut. Dan pasiennya sudah ratusan rabu. Saat artikel itu ditunjukkan pada anak-anak saya, mereka bersungut-sungut. Hehehe.
Hehehe, betul. Zidan dan Zelda, kedua anak saya, seperti anak-anak lain juga senang main HP. Ini terjadi khususnya pada Zidan yang sudah memiliki HP sendiri. Sedang Zelda hanya kadang pinjam HP saya, bundanya atau kakaknya. Tapi tidak begitu sering. Kadang saja.
Sedang Zidan, saya agak prihatin dan bahkan khawatir. Kemarin saat mengambil rapor di sekolah, saya dapat laporan dari teman-temannya kalau Zidan di sekolah sering asyik dengan HP-nya. Saya yang khawatir, sampai tanya apakah di kelas saat ada gurunya tidak apa-apa kalau ada murid yang asyik pegang HP? Mereka tersenyum, “Ya di luar pelajaran, Pak.” Meski saya tahu ini adalah hal yang wajar kalau siswa di luar pelajaran asyik pegang HP, saya sempat tercenung.
Sudah hal yang wajar saat ini kalau siswa SMP membawa HP, bahkan siswa SD saja sudah banyak membawa HP. Adalah wajar, kalau sekarang mereka asyik pegang HP, karena ada aplikasi yang bikin mereka terikat dengan HP seperti BBM, WhatsApp, Line atau Facebook. Sehingga mereka harus ‘in touch’ dengan HP mereka. Belum kalau ada permainan yang asyik seperti Subway Surfer, Temple Run atau Angry Birds.
Kalau dilarang atau tidak diberi HP, kasihan sang anak. Takut diejek dibilang katrok, gaptek atau ketinggalan jaman. Atau jadi tak dapat mengikuti hal yang trend atau menjadi pembicaraan yang hangat di antara mereka. Sehingga bisa jadi sang anak dibully oleh teman-temannya. Kasihan kalau sang anak tidak kuat menahan ejekan atau bully dari teman-teman. Saya tahu sampai ada anak yang minta pindah sekolah gara-gara dibully. Apalagi jaman sekarang jaman gadget, komunikasi jadi mudah dan murah kalau membawa HP khususnya yang smartphone. Tapi saya takut ada efeknya, khususnya yang negatif.
Maka lama saya memikirkannya. Saya menimbang-nimbang mana yang baik. Akhirnya saya putuskan Zidan mulai tahun ini, setelah liburan akhir tahun kemarin, dilarang membawa HP ke sekolah. HP harus diletakkan di rumah sebelum berangkat sekolah. Saat tiba di rumah, dia boleh memegang kembali HP-nya.
Saya tahu keputusan ini tidak populer di mata Zidan, ini terlihat langsung saat dia bersungut-sungut saat saya mengatakan demikian. Entah, keputusan saya ini benar atau tidak… nanti mungkin bisa dievaluasi lagi.
Harapan saya, Zidan tetap mengikuti perkembangan terkini, toh di rumah dia bisa baca BBM, WhatsApp atau Line dan sebagainya serta membalasnya. Atau bermain game saat santai, saat tidak belajar. Namun di sekolah, dia harus fokus belajar dan kegiatan ekstra yang positif tanpa terganggu dengan HP.
Semoga keputusan saya ini benar… Aamiiin.