Shalat adalah sebuah kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap muslim. Tentu saja kecuali muslimah yang sedang haid. Sebagian besar waktu shalat dilakukan di rumah, tempat kerja atau masjid dekat rumah/tempat kerja.
Oleh: Mochamad Yusuf*
Di waktu-waktu tertentu mereka bisa saja melakukan shalat di sebuah tempat ‘baru’ misal saat melakukan perjalanan. Dan saat melakukan shalat di tempat ‘baru’ kadang ada kenangan tersendiri.
Ayah saya seorang sopir bemo. Dulu waktu SD, saya dan teman-teman kampung diajak Bapak shalat Jumat di berbagai masjid di Surabaya. Tidak pernah tetap.
Jadi setiap Jumatan kita lakukan di sebuah masjid ‘baru’. Tentu saja kita semua senang dengan ajakan Bapak. Makanya sepulang sekolah kita segera bersiap Jumatan.
Mendekati waktu Jumat, Bapak datang dari bekerja. Setelah Bapak bersiap, kita semua berangkat bareng. Bapak di depan dan kita semua di belakang. Sebelum berangkat kita bertanya-tanya, masjid mana kali ini kita akan datangi.
Kita pernah diajak ke masjid Al Falah Darmo, masjid Ta’miriyyah Kemayoran bahkan sampai masjid Sunan Ampel dan lainnya. Kegiatan ini terhenti saat Bapak menjual bemonya dan kita sudah beranjak remaja. Namun kenangan jumatan di berbagai masjid terkenang sampai saat ini.
Selama saya hidup, ada beberapa tempat shalat yang menjadi kenangan saya. Pernah saya shalat di masjid Jin di Malang. Dinamakan masjid Jin karena konon masjid ini dibangun diam-diam oleh Jin. Sehingga tiba-tiba saja berdiri masjid tersebut. Wallahualam.
Saat memasuki rasanya ada perasaan magic tertentu. Nuansanya sama seperti saat memasuki masjid Sunan Ampel dari gapura di Jalan Sasak, namun lebih terasa. Shalat di situ ada rasa sensasi aneh.
Pengalaman unik tidak hanya saya rasakan saat shalat di masjid. Pengalaman tenteram pernah saya rasakan saat sudah kerja 1-2 tahun setelah lulus kuliah yakni saat shalat di tepi sungai di Pacet Mojokerto.
Beralaskan rumput saya shalat di tepi sungai. Bunyi aliran air sungai, suasana sejuk dan rimbunnya pohon-pohon membuat suasana hati jadi tentram.
Tapi suasana pegunungan seperti ini pernah membuat saya menangis. Itu saat kelas 5 SD mengikuti Persami antar sekolah se-kecamatan di Pacet, Mojokerto. Saat itu hari kedua saat saya melakukan shalat Maghrib. Saat shalat saya tidak kuasa menahan rindu kepada Ibu.
Saya memang sebelumnya tidak pernah lama berpisah dengan Ibu. Saya tidak hanya meneteskan air mata, tapi menangis seperti anak TK. Karena menangis ini saya jadi malu kembali ke tenda. Alhasil saya sampai menunggu shalat Isya’, sekalian menunggu redanya tangisan saya. Ihik ihik.
Tidak hanya di pegunungan, saya juga pernah shalat di puncak gunung saat beberapa tahun lalu. Saat itu saya berangkat pk 10 malam menuju puncak gunung Penanggungan.
Dengan senter kita mendaki gunung. Karena gelap tapi utamanya faktor usia, saya sampai jatuh bangun dan beberapa kali berhenti untuk istirahat. Namun saat di puncak, entah pukul berapa, saya shalat. Rasanya aneh saat shalat di puncak gunung.
Pengalaman menarik lainnya yakni shalat di kapal perang KRI Teluk Mandar saat latihan militer waktu kuliah. Saat shalat, saya tidak berdiri dengan kaki rapat. Tapi pasang kuda-kuda dengan meletakkan kedua kaki depan belakang. Karena kalau tidak, bisa jatuh karena kapalnya bergoyang-goyang.
Dan sebuah sensasi sendiri saat shalat di geladak KRI Teluk Langsa menghadap haluan dengan beratap langit. Langit yang benar-benar gelap memperlihatkan gugusan bintang seperti kumpulan awan. Pecahnya ombah dihantam haluan ditambah desiran angin dari depan, membuat diri terasa kecil saat shalat itu.
Sebenarnya masih ada beberapa pengalaman menarik saat shalat di sebuah tempat. Tapi saya malah ingin mendengar Anda bercerita pengalaman berkesan saat shalat di sebuah tempat, apa dan dimana? Saya tunggu ya.. Terima kasih.
~~~
*Mochamad Yusuf dapat ditemui di http://enerlife.id
Betul, Makanya kita diminta banyak melakukan perjalanan agar wawasan kita tambah luas.