Senin kemarin (22/3/2021) telah diumumkan hasil seleksi SNMPTN (jalur undangan masuk PTN tanpa tes). Banyak yang senang, karena bisa jadi itu sebagian langkah menuju cita-citanya sejak kecil. Tapi lebih banyak yang sedih. Sebab bagaimanapun yang tidak lolos lebih banyak.
Oleh: Mochamad Yusuf*
Bagi yang sedih, itu bukanlah akhir segala-galanya menggapai cita. Masih ada jalur tulis (SBMPTN). Juga dapat masuk sekolah kedinasan (sekolah negeri diluar milik Kemendikbud dan Kemenag).
Dan kadang takdir ditetapkan Allah bisa lebih baik. Seperti kisah yang dialami 2 sobat kental ini.
Dua sahabat ini bertemu di sebuah SMP negeri favorit. Seringkali pulang sekolah bareng karena sejalur jalannya. Dan SMA-nya mereka diterima di SMA negeri favorit di kota itu. Sekolah yang sepertinya wajib dimasuki anak-anak pintar. Alhasil konon separuh mahasiswa fakultas kedokteran sebuah PTN favorit dari SMA itu. Kayak bedhol (pindah) sekolah saja.
Mereka memiliki cita-cita yang sama. Insinyur teknik penerbangan. Seperti Prof BJ Habibie yang menjadi idolanya. Ingin dapat membuat pesawat terbang. Dan sekolah itu hanya satu di Indonesia. Di ITB Bandung.
Maka mereka mulai menyiapkan diri. Ikut bimbingan belajar. Belajar bareng. Tak cukup itu mereka imbangi dengan kegiatan rohani. Setiap shalat Jumat dilakukan di masjid tua yang konon didirikan oleh salah satu Wali Songo di kota itu. Mereka sudah datang di malamnya agar bisa tahajjud dan berdoa lama di sini.
Namun apa yang terjadi saat pengumuman? Mereka tidak diterima! Tentu sedih. Namun mereka tetap bangkit karena masih ada kesempatan tahun berikutnya.
Kali ini mereka lipatkan gandakan usahanya. Ikhtiar dunia dan akhirat. Termasuk mengunjungi kaum kerabat; kakek, nenek, paman, bibi dan lainnya untuk dimintai restu. Saat ujian tulis telah tiba. Dan mereka mantap dan yakin berhasil.
Tapi apa yang terjadi? Salah satunya memang berhasil diterima di ITB. Tapi salah satunya tidak. Hanya diterima bukan di pilihan pertama. Yakni diterima PTN favorit di kotanya.
Meski ada kesempatan lagi tahun berikutnya (kesempatan terakhir), dia tetapkan untuk kuliah dia jurusan yang diterimanya. Karena waktu terus berjalan. Juga tak ada jaminan tahun depan juga diterima.
Dengan berat hati, dia tetapkan mulai kuliah di jurusan yang tak pernah menjadi bagian cita-citanya. Hanya pilihan sekedar bisa kuliah di PTN.
Tak berapa lama dari pengumuman SNMPTN, orang tua teman yang tak kuliah di ITB itu bangkrut usahanya. Hancur! Tak hanya jatuh miskin, tapi masih menanggung hutang yang cukup banyak.
Karena itu orang tuanya dengan berat hati mengatakan bahwa setelah ini mereka tak mampu membiayai kuliahnya. Kalau mau melanjutkan, silahkan asal bayar sendiri.
Karena nekat saja dia tetap ingin kuliah meski SPP harus berhutang pada teman-temannya. Tapi biaya hidup tak ada karena ikut orang tua.
Bila kuliah sampai sore, dia bawa bekal dari rumah. Ke kampus yang jaraknya 5 km dia jalan kaki dan kelak naik sepeda. Untungnya kelak dia dapat beasiswa.
Beberapa tahun kemudian saat liburan kuliah teman ini datang ke temannya yang kuliah di ITB. Betapa terkejutnya dia. Saat lihat temannya seperti orang gila.
Matanya kosong. Diajak ngomong diam saja. Kadang bergumam tak jelas. Kadang seperti terlihat marah. Teman yang tak di ITB berharap dapat cerita yang menyenangkan, tapi yang didapat malah ketakutan berdekatan dengannya.
Usut punya usut ternyata orang tuanya juga bangkrut sehingga tak mampu membiayai kuliah. Padahal kuliah jauh dari rumah, tetap butuh biaya hidup. Minimal biaya tinggal (kost) dan biaya makan. Maka dia putuskan DO. Kembali ke rumah.
Namun sepertinya dia tak terima takdir ini. Seakan-akan cita-citanya dijegal. Maka dia stres berat.
Melihat hal ini, teman yang tak diterima ITB bersyukur. Bahwa takdir dari Allah untuk tidak diterima di ITB adalah pilihan yang baik. Karena akhirnya dia bisa menyelesaikan kuliahnya. Bahkan berlanjut ke strata berikutnya.
Dia jadi ingat apa difirmankan Allah saat dia down tidak diterima di ITB. Sehingga memantapkan diri untuk menekuni jurusan yang bukan cita-citanya.
“Apa yang kamu inginkan, apa yang kamu sukai belum tentu itu baik bagimu. Apa yang tidak kamu inginkan, apa yang kamu benci bisa jadi itu baik bagimu. Kamu tidak tahu masa depan. Akulah yang Maha Tahu.” QS 2:216
Sejak itu ayat tersebut menjadi pedoman hidupnya. Dia hanya berikhtiar maksimal dengan segalanya. Tapi keputusan terbaik tetap Allah yang menentukan. (TSA, 24/3/2021)
~~~
*Mochamad Yusuf dapat ditemui di http://www.enerlife.id.
(Ket. foto: BJ Habibie dan pesawat CN 235 sebagai salah satu karyanya)
Kuncinya bersyukur & bersabar. Tetap semangat!