Oleh: Mochamad Yusuf*
Tadi saya berangkat ke kantor (untuk nglembur) kena ‘cegat’ polisi. Saya tidak tahu ini ‘cegatan’ resmi apa tidak. Saya hitung tadi ada 3 polisi: 1 polisi di pos dan 2 sisanya di jalan.
Karena barusan keluar dari POM bensin (hanya sekitar 800 meter), saya lupa menyalakan kembali lampu. Memang saya biasa menyarter motor dengan mematikan lampu dulu, supaya langsung greng.
Ketika dari jarak jauh, seorang polisi sudah bersiap menyetop saya, saya cek saklar ternyata belum on. Dengan cepat saya nyalakan lampu. Tapi polisi tetap memberhentikan saya.
Meski masih ada beberapa jarak (sekitar 10 meter) saya sudah menyalakan lampu, saya mengaku salah. Jadi saya tidak banyak beragumentasi lagi. Saya digiring masuk ke pos polisi setelah menyerahkan SIM dan STNK.
Tampak di pos tersebut sudah banyak pelanggar lalu lintas lain. Kebanyakan melanggar adalah tidak menyalakan lampu seperti saya. Mungkin hari libur, banyak yang tidak siap atau tidak menyangka ada razia. Hehehe.
Saya masuk dalam antrian untuk diproses. Bila sudah saatnya, pelanggar akan ditanyakan oleh polisi di dalam pos tersebut untuk diprose di pengadilan atau titip ke dia. Hampir kebanyakan titip. Mereka tanya berapa? Polisinya memperlihatkan lipatan uang 50.000 di slip tilang yang bersiap ditulisnya. Langsung saja orang itu mengeluarkan uangnya. Dan polisinya memberikan kembali SIM dan STNKnya.
Akhirnya tiba urutan saya. Saya bilang ditilang saja. Karena saya tahu kesalahan lupa menyalakan lampu ini hanya didenda Rp 30.000. Polisinya bingung. Akhirnya dia mendiamkan saya dan memanggil urutan lainnya. Karena di dalam pos semakin banyak pelanggar. Sampai sesak ruang pos itu.
Akhirnya ada polisi lain yang masuk yang memberikan SIM dan STNK pelanggar lain yang baru. Polisi yang di pos memberikan SIM dan STNK saya ke polisi yang barusan masuk tersebut. Dia meminta saya mengikutinya. Saya ikuti dan dia bertanya mana sepeda motor. Dia bertanya berulang-ulang dengan pertanyaan sama. Saya tidak tahu mengapa dia bertanya berulang-ulang. Padahal saya jawab jelas, sepeda motor saya Mio sambil menunjuk posisi sepada motor saya.
Akhirnya kita tiba di sepeda motor saya. Dia sentuh dan mengelus-ngelus lampu Mio saya. Sepeda motor saya masih baru (3 tahunan) dan barusan juga sudah saya cuci. Sehingga terlihat Mio saya sempurna, tidak seperti rongsokan dan tidak memenuhi syarat. Tampak bukan sepeda motor yang pantas dilanggar karena semua memua memenuhi syarat.
Sambil bersiap menaiki Mio melanjutkan perjalanan ke kantor, saya lihat aksi 2 polisi di jalan. Begitu mudah menangkap pelanggar. Tampak jelas karena lampu depan tidak dinyalakan. Kedua polisi tinggal mengangkat tangannya dan memberikan kode untuk meminggirkan motornya. Sambil bersiap berangkat, saya hitung ada sekitar 5 pelanggar yang siap masuk pos. Dan terus pasti banyak lagi yang lain.
Sambil mulai memacu gas meninggalkan pos polisi, saya tidak tahu apakah ini berkah atau tidak. Sehingga saya tidak tahu harus mengucap apa, Alhamdulilah atau Innalillahi.
Saya siap ditilang, namun dilepas. Saya mengaku salah. Ini kedua kalinya saya tertangkap melanggar tidak menyalakan lampu depan. Yang pertama saya diadili di pengadilan. Karena itu saya tahu dendanya cuma Rp 30.000.
Mungkin kalau megaku salah dan pasrah, polisinya tidak tega. Atau keberuntungan saya di hari Maulud. Hari kelahiran Nabi besar Muhammad SAW. [QHRM, 14/1/2014]
~~~
*Mochamad Yusuf adalah online analyst, konsultan tentang ‘online communication’, pembicara publik tentang IT, host radio, pengajar sekaligus praktisi IT. Aktif menulis dan beberapa bukunya telah terbit. Yang terbaru, “Jurus Sakti Memberangus Virus Pada Komputer, Handphone & PDA”. Anda dapat mengikuti aktivitasnya di personal websitenya, http://yusuf.web.id atau di Facebooknya, http://facebook.com/mcd.yusuf.
Pingback: Sambil mulai memacu gas meninggalkan pos | ..| Home of Mochamad Yusuf |..