Seringkali Abu Bakar saat memegang beberapa helai rumput berkata, “Alangkah enaknya kamu. Kamu hidup dan setelah ini dimakan unta. Kamu tidak perlu dihisab nanti.”
Atau lain kali berkata, “Seandainya Ibuku tidak melahirkan aku.” Atau Umar yang iri pada burung-burung yang berkicau, “Alangkah indah hari-harimu. Bisa bernyanyi-nyanyi dan tidak perlu nanti dihisab.”
Mereka berkata seperti ini karena takut pada hari pengadilan kelak. Mereka takut tidak bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya di dunia, sehingga tergelincir ke neraka.
Karena takut masuk neraka, mereka berharap supaya tidak pernah ada sebagai manusia. Tidak pernah dilahirkan. Atau lebih baik jadi rumput yang dimakan binatang ternak saja.
Aneh, memang. Mereka berdua dijamin masuk surga. Bahkan Abu Bakar menjadi manusia pertama setelah Rasul dan Nabi masuk surga dan menjadi tetangganya Rasulullah di surga. Tapi mereka kerapkali menangis kalau mengingat adanya hari pembalasan kelak.
Sedangkan kita yang belepotan dengan dosa dan perbuatan maksiat, tidak gentar dengan hari pembalasan kelak. Kita malah ber-asyik ria dan tenang saja sebagai manusia yang penuh dosa.
Mungkin bukan salah kita dilahirkan sebagai manusia. Itu sudah takdir. Meski begitu, sekali-kali kita harus mengingat hari pembalasan. Agar hidup kita tidak menjadi sia-sia dan menjadi penyesalan kelak di hari pembalasan.
Bagaimana menurut Anda?
Betul. Kadang juga sepemikiran kayak Abu Bakar.