Suatu malam saat saya jadi Ketua RT. Jam sudah agak malam. Antara pk 21.00-an. Pintu saya diketuk. Beberapa warga membangunkan saya yang sudah tidur karena capek bekerja seharian.
Mereka mengadukan adanya sebuah rumah yang mendatangkan wanita yang tidak jelas. Mereka menakutkan dia wanita yang tidak baik. Mereka resah terhadap situasi hal ini. Mereka minta saya sebagai Ketua RT untuk mengusirnya.
Waduch… Urusan pelik. Bagaimana kalau mereka tidak mau mengeluarkan wanita itu. Bagaimana kalau wanita itu kerabatnya. Ini ada dalam pikiran saya.
Dengan ogah-ogahan karena ngantuk dan cemas, saya ikuti warga. Di sebuah rumah sudah banyak warga yang berkumpul. Mereka menunjuk sebuah rumah yang tidak jauh dari rumah tersebut berisi masalah yang bikin resah.
Akhirnya dengan baca Basmallah, saya beranikan diri menuju rumah itu. Tampak di depan banyak pemuda. Sebagian tidak pakai baju. Tampak kekar. Sepertinya mereka para tukang yang lagi membangun rumah itu. Maklum saya Ketua RT pertama di perumahan saya. Masih awal-awal perumahan. Sehingga wajar masih banyak pembangunan rumah.
Dengan lembut saya sampaikan keresahan warga. Mereka menjawab bahwa itu masih salah satu kerabatnya. Saya sampaikan lebih baik diungsikan daripada warga resah, wanita itu bisa diinapkan di rumah lain.
Alhamdulillah, mereka setuju. Langsung mereka bertindak, mengantarkan wanita keluar rumah. Sambil menunggu proses mengantar wanita, saya lihat ke dalam rumah. Ternyata banyak juga tukang. Mungkin sekitar 10-an.
Setelah jelas wanita dipindahkan, saya toleh ke belakang… Astaga! Ternyata saya berangkat sendirian. Warga tidak mengiringi saya. Mereka berhenti di rumah berkumpul tersebut. Lho, bagaimana kalau para tukang itu berontak dan menantang saya? Pasti saya kalah, wong mereka kekar-kekar.
Akhirnya saya kembali ke rumah berkumpulnya warga. Warga tersenyum senang. Sudah tidak resah lagi. Sebagian menepuk punggung saya, “Pak RT hebat!”
Meski tersenyum, hati saya sebenarnya dongkol. Mbok, saya ditemani. Lha, kalau ada apa-apa saya bisa lebam muka saya dipukuli.
Sambil kembali ke rumah jadi merenung bahwa pemimpin harus berani. Berani menghadapi segala resiko. Kecil, apalagi hanya menghadap warganya yang resah.
Terus kalau ada pemimpin takut menghadapi warganya, apa ini bukan pemimpin yang baik? Padahal bukan disuruh bertempur atau melawan musuh sendiri lho… Hanya menghadapi warganya. Padahal dengan menemui warganya, itu sudah menunjukkan cinta dan sayangnya pada rakyatnya. (my***)
Betul. Salah satu ciri pemimpin yang baik adalah berani. Tapi tentu saja tidak asal berani.