Di sepuluh hari terakhir Ramadhan, biasanya kita berburu malam lailatul qadar dengan beritikaf di masjid. Memang syaratnya di masjid. Kalau anda, di masjid mana yang menjadi favorit untuk beritikaf?
Oleh: Mochamad Yusuf*
Kalau itu ditanyakan ke saya, jawabnya bisa beragam. Tergantung tempat tinggal saya.
Yang saya ingat, saya mulai itikaf sejak SD. Saat sebuah masjid besar dibangun dekat rumah saya di Bratang. Masjid itu bernama Ummul Mukminin. Namanya memang feminin, karena konon yang bangun adalah organisasi pengajian wanita.
Sejak itulah saya tarawih ke masjid ini. Sebelumnya, saya berpindah-pindah tarawihnya. Namun di masjid Ummul ini, saya sreg. Sehingga setelah tahu itikaf, saya juga itikaf di sini.
Itikaf yang saya ingat dengan baik, adalah suatu malam saat itikaf, saya keluar ke masjid menuju lapangan di sebelah masjid. Saya pandang ke langit. Saya lihat langit begitu bersih, begitu hitam. Sehingga bintang-bintang tampak jelas.
Saat itu seperti hening, namun terasa damai. Angin berhembus sepoi-sepoi, begitu nikmat. Saya menikmatinya malam itu, dan saya merasa bahwa malam itu adalah malam lailatul qadar.
Meski kemudian, ketika paginya saya tanya ke ibu, bagaimana ciri-ciri malam lailatul qadar, kesimpulan saya malam itu bukan malam lailatul qadar. Tapi detil malam itu sampai sekarang sangat membekas. Saya mengingatnya sampai sekarang.
Kalau sekarang, saya sudah tak peduli apakah malam yang saya itikaf itu, benar lailatul qadar atau tidak. Yang saya lakukan hanyalah memanfaatkan waktu-waktu ramadhan yang berharga itu dengan itikaf. Saya tahu di antara itu ada malam yang istimewa. Saya ingin dekat denganNya dan berdoa, berharap dikabulkanNya.
Sampai saya menikah dan punya anak satu, saya masih itikaf di masjid Ummul itu. Memang kadang-kadang saya sela di masjid Ampel. Tapi ini tak sering, karena saya selalu mengajak teman. Dan susahnya mencari teman yang mau diajak.
Setelah 2 tahun menikah, saya pindah rumah. Rumah sendiri. Sebuah perumahan di pinggiran Surabaya.
Meski di perumahan baru, saya mencoba tetap beritikaf. Namun susahnya mencari masjid yang bisa dijadikan itikaf. Banyak yang terkunci. Kalaupun tak tarkunci, tak ada orang sama sekali. Gelap, jadi menakutkan.
Beberapa kali saya pindah masjid untuk mencari itikaf yang enak, seperti masjid Ummul. Kenapa saya suka masjid Ummul dulu? Karena yang itikaf banyak, sehingga terasa menyenangkan ketika itikaf. Ada temannya.
Sampai kemudian saya mencoba masjid agung Surabaya, masjid al Akbar. Wow, saya menemukan masjid favorit baru untuk itikaf. Bahkan lebih dibandingkan masjid Ummul. Karena selain yang itikaf banyak, ada shalat tahajjud jamaah.
Shalatnya begitu khusyuk, begitu syahdu, begitu tenang. Terasa berhadapan langsung denganNya. Dan setelah selesai itikaf, banyak penjual makanan di sekeliling masjid. Namun saya biasanya langsung pulang, karena cukup dekat dengan rumah.
Meski begitu, masjid favorit saya untuk itikaf terakhir-terakhir ini adalah masjid Raudhatul Jannah. Sebuah masjid di lingkungan sekolah anak saya, Zidan. Kenapa saya suka? Karena selain ramai yang itikaf, disediakan makan sahur. Prasmanan lagi!
Alhamdulillah. Jadinya saya bersyukur dengan tempat tinggal saya saat ini. Bagaimana dengan anda? [TSA, 04/09/2010 pagi]
~~~
*Mochamad Yusuf adalah online analyst, pembicara publik, host radio, pengajar sekaligus praktisi TI di SAM Design. Aktif menulis dan beberapa bukunya telah terbit. Yang terbaru, “Jurus Sakti Memberangus Virus Pada Komputer, Handphone & PDA”. Anda dapat mengikuti aktivitasnya di personal websitenya atau di Facebooknya.
Stimme schon zu, also sollte man und frau sich gut informieren bevor man zu solchen Kundgebungen kommt !
@Freundin Suche.
Sorry, I do not understand. Do you speak English?
Hola, ЎIncreнble! No estб claro para mн, їcуmo offen que la actualizaciуn de su nombre de blog.enerlife.web.id.
Gracias
Miato
,
Edwas
Pingback: ..| Home of Mochamad Yusuf |..
Pingback: ..| Home of Mochamad Yusuf |..