Saya punya langganan tukang potong rambut di sebuah tempat tukang cukur rambut. Setahun lalu dia keluar dari sana. Saya menyayangkan, karena sudah sreg dengan gaya motongnya.
Tapi bagaimana lagi? Meski begitu saya masih menggunakan jasa tempat potong rambut tadi. Ya, tapi bukan orang yang biasa saya langgani tadi. Gonti-ganti, tergantung siapa yang bertugas.
Hari-hari terakhir ini saya mau potong rambut. Tempat potong rambut langganan tutup. Demikian juga tempat potong rambut lainnya. Mungkin akhir tahun.
Kemarin mencoba lagi ke tempat langganan. Ternyata buka. Namun saat mau masuk, ternyata sudah mau ditutup. Yang duduk potong di situ adalah pelanggan terakhir.
Kembali ke kendaraan, berpikir untuk mencoba esok hari (hari ini). Tapi sudah niat, masak ditunda terus. Akhirnya coba keliling-keliling mencari tempat potong rambut lain.
Akhirnya melihat sebuah tempat potong rambut buka. Awalnya ragu. Tapi di luar banyak motor parkir, jadi ya buka bahkan laris.
Saat masuk, saya kaget. Karena tukangnya adalah tukang potong rambut langganan dulu. Ternyata dia resigned dan buka usaha sendiri. Ya, Alhamdulillah. Ini kebetulan yang diharap.
Ngobrol-ngobrol, dia memberanikan resigned dan bisnis sendiri, karena yakin bahwa pasti ada orang yang potong rambut. Dia tidak perlu survey, tapi yakin saja.
Alhasil pelanggan dulu di tempat potong rambut lama, kembali ke dia. Saya saja yang mungkin luput, karena saya tanya ke tukang potong di tempat bekerjanya yang lama, katanya dia kerja di luar kota. Padahal masih satu desa dengan perumahan saya.
Dari ngobrol-ngobrol, dia menyayangkan temannya yang tidak mau mandiri. Padahal, katanya, mereka sudah mempersiapkan dengan memiliki alat-alat sendiri.
Saya tersenyum dalam hati. Karena kalau mandiri, bila seorang pegawai terlalu lama jadi pegawai pasti maju mundur (ragu) untuk mandiri. Lebih enak jadi pegawai, karena sudah pasti. Sedang mandiri belum tentu sukses.
Saya tersenyum…