Dari situ, dia mulai menyesal. Kenapa dia tak menekuni pekerjaan yang dia sukai dulu? Kenapa harus selalu mencari pekerjaan yang gajinya tinggi? Dan kenapa dia tak mau kalah dengan gaji temannya?
Oleh: Mochamad Yusuf*
Waktu kuliah, saya punya teman yang sudah bekerja. Jadi sambil kuliah, dia sudah bekerja. Karena bekerja, tentu saja tampilannya beda. Kalau yang lain pakai t-shirt, jeans dan sepatu olah raga, dia sudah berkemeja, celana kain dan bersepatu kulit. Saya sungguh iri melihatnya. Keren sekali.
Kelak, setelah saya lulus, dia berganti-ganti pekerjaan. Padahal saya melihat pekerjaan sebelumnya sudah bagus dan mapan. Saya heran. Dari teman lain, saya dengar cerita bahwa dia berganti-ganti pekerjaan, karena tak mau kalah dengan temannya.
Begitu, dia tahu temannya gajinya lebih tinggi, dia akan pindah mencari pekerjaan lain. Tak peduli, apakah dia suka di bidang itu atau tidak. Yang penting, gajinya bisa sama atau lebih dari temannya. Terus begitu.
Sampai suatu ketika, perusahaan yang diikuti tak bagus performancenya, dia kena PHK. Karena sudah berkeluarga, akhirnya dia asal mencari pekerjaan. Yang penting dapat duit.
Dari situ, dia mulai menyesal. Kenapa dia tak menekuni pekerjaan yang dia sukai dulu? Kenapa harus selalu mencari pekerjaan yang gajinya tinggi? Dan kenapa dia harus peduli dan tak mau kalah dengan gaji temannya?
Kerap kita sering seperti teman saya, berburu kebahagiaan. Namun justru kebahagiaan yang sudah didapat, diabaikan. Padahal setelah mendapat apa yang diburu, belum tentu mendapat kebahagiaan yang diinginkan.
Dari kejadian teman saya itu, saya mendapat pelajaran tentang kebahagiaan hidup. Ada 5 hal yang bisa kita hindari, dimana kalau kita melakukan kita bisa mendapat kebahagiaan hidup.
1. Berhenti berandai.
Anda berandai-andai, kalau setelah mencapai sesuatu anda akan bahagia. Anda baru merasa bahagia, setelah anda menjadi manager. Padahal setelah jadi manager, anda bertambah sibuk. Waktu pribadi anda berkurang.
“Saya akan bahagia, kalau jadi direktur”. Atau berlanjut, dirjen, menteri, presiden dan seterusnya. Anda terlalu obsesi, “bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian”. Padahal yang terjadi, “bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang entah kapan.”
Kebahagiaan anda letakkan di waktu yang jauh. Padahal, sebenarnya kebahagiaan itu sudah bisa anda nikmati sekarang. Sudah dekat, yakni di sini!
2. Mengejar kebahagiaan justru membuat tak bahagia.
Anda yakin bahwa anda akan bahagia bila semua keinginan anda terpenuhi. Padahal waktu memburu keinginan itu, anda menjadi tegang, cemas, frustasi, gelisah dan takut. Kalaupun keinginan anda terwujud, yang sering terjadi hanya membawa kesenangan dan kegembiraan sesaat. Itu tak sama dengan kebahagiaan.
3. Selalu membandingkan dengan orang lain.
Ini seperti kasus teman saya di atas. Melihat temannya bergaji lebih tinggi, dia tak mau kalah. Karena dia merasa sama bahkan mungkin lebih tinggi dari temannya. Padahal antara manusia satu dengan manusia lain, berbeda pula keadaannya. Dan yang kita lihat hanyalah ‘kulit luarnya’.
Kita tak tahu, apakah dengan gaji besar, dia menjadi makmur atau malah justru pengeluarannya lebih banyak. Kita tak tahu. Berhentilah membandingkan dengan orang lain.
4. Melihat pada apa yang tidak dimiliki.
Ini seperti pepatah kuno, “berharap elang di atas, burung punai di tangan dilepaskan”. Anda mungkin sudah memiliki pekerjaan yang mapan dan rumah yang layak. Tapi anda berusaha mengejar rumah yang lebih besar dan mewah, mobil yang lebih bagus dan bermerk, peralatan keren dan mahal dan sebegainya.
Pikiran anda dipenuhi keinginan benda-benda yang anda kira dapat membahagiakan. Padahal, anda tidak bahagia, karena lebih memusatkan perhatian pada segala hal yang tidak anda miliki. Dan bukannya pada apa yang anda miliki sekarang.
5. Ingin mengubah orang lain.
Anda percaya, anda dapat bahagia bila situasi dan orang-orang sekitar anda sesuai dengan keinginan anda. Anda tak bahagia karena pasangan, anak, tetangga, teman kantor, atasan bersikap tidak seperti yang anda inginkan.
Sadarilah, mengubah orang lain sangatlah sulit. Dan haknya mereka untuk bersikap demikian. Bukannya berarti anda boleh berhenti mengubah orang lain. Teruskanlah, anda berusaha mengubah orang lain.
Tapi jangan tempatkan kebahagiaan anda pada perubahan orang itu. Jangan biarkan lingkungan dan orang-orang di sekitar Anda membuat anda tak bahagia. Kalau anda tak dapat mengubah mereka, yang perlu anda ubah adalah diri anda sendiri. Paradigma anda.
~~~
*Mochamad Yusuf adalah online analyst, pembicara publik, host radio, pengajar sekaligus praktisi TI di SAM Design. Aktif menulis dan bukunya telah terbit, “99 Jurus Sukses Mengembangkan Bisnis Lewat Internet”. Anda dapat mengikuti aktivitasnya di personal websitenya atau di Facebooknya.
~~~
Semoga dengan 5 resep ini, anda bisa lebih bahagia menikmati hidup. Selamat menikmati kebahagiaan anda. [TSA, 8/3/2010 malam]
setiap kita memang harus berusaha, mempunyai mimpi, menjadi yang terbaik, dan hal ini akan selalu kita lakukan selama masih hidup. kebahagiaan sama sekali tidak ada hubungannya dengan hal itu. manusia memang memiliki berbagai sifat, termasuk tamak, egois atau lainnya, namun perlu diingat manusia jika memiliki sifat mau mengalah, bersabar, murah hati, tidak sombong. jadi tergantung kita memilih yang mana, dan pastinya kebahagiaan itu ada pada hati yang memiliki kasih.
terima kasih
ya benar kata mas yusuf
tapi ini masalah dunia yang pada intinya kita jangan melihat yang di atas tetapi harus melihat yang di bawah agar kita bersyukur apa yang diberikan nikmat oleh Allah SWT. sedangkan sebaliknya jika melihat yg di atas kita tidak akan pernah puas kecuali bila sudah makan lumpur.
Salam kenal mas yusuf ! 🙂
@Kiki
Silakan,…
wow, tetep luar biasa seperti pertama bertemu, sir ijin buat arsip yah tulisan2nya…thnks….
like this.
Hola,
ЎGracias por el artнculo. Cada vez que quieres leer.
Gracias
Truden
Memang manusia mempunyai jiwa rakus/tamak. Rasanya ingin dimiliki semua, padahal semuanya tak bisa dinikmati. Hanya satu atau sedikit.
Coba amati kalau ada makan prasmanan gratis. Inginnya semua diambil. Tapi kan perut terbatas, sehingga banyak dibuang.
Demikian juga hidup, ingin banyak dan lebih. Tapi sebenarnya hanya sedikit yang digunakan. Padahal untuk mendapatkan itu tak mudah.
Takutnya menghabiskan waktu untuk sesuatu yang kadang kita tak butuh. Tiba-tiba, waktu itu habis. Dan kita menyesal.