Contact us now
+6289-774455-70

Antara Keinginan Allah dan Keinginan Manusia

Syahdan pada akhir tahun 50-an, Hamka gundah. Setiap pagi habis Subuh selama 45 menit memberikan kajian tafsir Al Qur’an di masjid Al Azhar. Dari situ diterbitkan di majalah masjid.

Oleh: Mochamad Yusuf*

Namun meski sudah bertahun-tahun, tafsir itu hanya beringsut beberapa juz. Dia mengkhawatirkan umurnya tak sampai untuk menyelesaikan 30 juz. Padahal beliau ingin tinggalkan warisan. Kitab.

Badan bisa kembali debu, tapi ilmu akan abadi. Selama ini beliau sudah nulis ratusan buku, tapi belum selesai juga kitab Tafsir Al Qur’annya.

Suatu siang pada 1963 datang 4 polisi preman. Mereka menjebloskan Hamka dengan fitnah mau melakukan kudeta. Dipenjara tanpa ada pengadilan. Diancam, digertak, disiksa agar mengaku. Beliau tetap tegar menolak.

Tak percaya dengan situasi ini. Aneh tapi nyata. Meski begitu beliau menyadari bahwa ini takdir Allah. Maka digunakan waktu selama itu digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah.

Siang hari untuk menulis tafsir. Juga membaca berbagai kitab. Malamnya buat mengaji, sholat malam dan bertafakur. Kegiatan mengaji itu telah mengkhatamkan Al Qur’an lebih dari 100 kali.

Berpindah-pindah penjara, tetap kegiatan-kegiatan itu dilakukan. Akhirnya setelah 2 tahun 4 bulan pada 1965 beliau dibebaskan tanpa masuk pengadilan sama sekali. Bila tak ada pemberontakan G 30 S bisa jadi beliau dipenjara lebih lama lagi.

Beberapa saat sebelum bebas, beliau menyelesaikan tafsirnya. Beliau mencoba memahami apakah penjara ini justru rahmat Allah. Mengabulkan doanya agar dapat menyelesaikan tafsirnya.

Dengan dipenjara maka beliau bisa fokus menyelesaikannya. Padahal sehari-hari sebelum dipenjara, dengan ilmu dan jabatannya, beliau dipenuhi dengan berbagai kesibukan. Keliling Indonesia bahkan dunia. Maka susah untuk menyediakan cukup waktu untuk menulis tafsir.

Maka ada hikmah di sini, bahwa kadang Allah mengabulkan doa-doa kita dengan cara yang tidak sesuai yang kita harap. Tapi doa itu akhirnya tetap terwujud.

Jadi bila ada sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan kita, bisa jadi ada keinginan Allah yang bisa kita lakukan. Seperti Hamka. Saat dipenjara bisa saja beliau memilih sikap untuk marah, kecewa dan menggalang perlawanan lewat teman-teman.

Alih-alih melakukan hal demikian, yang dipilih dilakukan adalah mengisi waktu dengan menulis tafsir, beribadah, tafakur dll. Sesuatu yang akan sulit dilakukan sebelum dipenjara.

Semua terserah kita. Kita diberi pilihan oleh Allah. Harusnya kita pilih sesuai dengan pengharapan Allah. Bukankah kita selama ini berdoa berharap dikabulkan Allah. Cuma dikabulkan tak sesuai dengan keinginan kita.

Demikian yang dipilih oleh Hamka. Karenanya hari-hari ini saya bisa menikmati tafsirnya. Ternyata keren dan khas dibandingkan tafsir lain yang ditulis ulama-ulama Arab. Btw, Anda sudah membaca tafsirnya? (TSA, 26/8/2021)

~~~
*Mochamad Yusuf dapat ditemui di http://www.enerlife.id

One Comment - Leave a Comment
  • iyoessammutz -

    Semoga keinginan kita selalu sama dengan keinginan Allah. Kalau pun tak sama, kita percaya keinginan Allah yang terbaik bagi kita.

  • Leave a Reply