I believe the governments that have policy related road maintenance know this. But the question is, why not run? Is it because the cost of making sewers pave more expensive than maintenance road? Or maybe the part goverment which deals with the manufacture and filling gutters is different. I do not know …
Oleh: Mochamad Yusuf*
Waktu ke Jakarta minggu kemarin, saya lewat sebuah jalan dekat gereja Katedral di Jakarta. Lokasinya depan stasiun Gambir. Saya tidak ingat nama jalannya. Yang jelas jalan itu satu jalur. Jadi seharusnya tidak jauh dari istana Presiden. Mungkin hanya beberapa kilometer.
Jalannya rusak parah. Lubang-lubang banyak ditemukan di jalan tersebut. Mobil rendah seperti sedan harus ekstra hati-hati. Dan harus zig-zag menghindari lubang. Saya beruntung menaiki mobil besar, bis kota Damri, sehingga tidak terlalu parah merasakan rusaknya jalan tersebut.
Saat saya tanyakan pada sopir, jalan itu rusak barusan saja. Yakni saat musim hujan dimulai. Sebelumnya tentu mulus. Saat mendapat penjelasan hal ini, saya memahami penjelasan pak sopir. Karena saya yakin kondisi jalan ini pasti mulus sebelumnya, karena ada di ibukota negara. Apalagi dekat istana.
Lalu kenapa jalan bisa rusak?
Ini yang terjadi juga dekat perumahan saya. Yakni sebuah jalan yang menghubungkan jalan nasional ke perumahan saya. Awalnya mulus, karena diaspal hotmix. Kalau musim kemarau, jalan itu terasa enak saja dilewati. Tapi kalau musim penghujan, pengendara harus hati-hati dan cakap melakukan manuver. Kalau tidak maka bisa terjerembab ke dalam lubang.
Entah sudah berapa kali ditambal, namun pasti berlubang kembali saat musim hujan terjadi.
Sebenarnya mudah saja mencegah jalan berlubang seperti jalan dekat istana itu. Contohnya, jalan dekat perumahan saya itu. Setiap hujan, jalan itu pasti tergenang air hujan. Air hujan akan berhenti di situ. Berkumpul. Jadi seperti waduk kecil.
Maka tidak aneh kalau kemudian jalan itu rusak. Karena air mencari celah di aspal yang melapisi jalan tersebut. Maka kemudian air akan menghilangkan daya lengket antar batu. Bila kena beban kendaraan, maka lama-kelamaan batu akan hancur dan terlepas. Makin lama makin luas lubangnya. Sehingga jadi kubangan bahkan waduk kecil.
Karena itu saya heran, mengapa sebelum mengaspal kembali tidak dibuatkan selokan di kiri-kanan jalan. Saya amati sisi jalan memang tidak ada selokannya. Bahkan salah satu sisi, tepinya ditinggikan oleh pemilik lahan. Sehingga air hujan berkumpul di situ. Terlebih bagian jalan ini cukup rendah dibandingkan bagian lainnya.
Saya yakin para kebijakan yang terkait pemeliharaan jalan mengetahui hal ini. Tapi pertanyaannya, kenapa tidak dijalankan? Apakah itu karena biaya membuat selokan lebih mahal daripada mengaspal jalan kembali? Atau mungkin bagian yang mengurusi pembuatan selokan dan penambalan jalan beda. Entahlah…
Tapi saya pikir ini masalah yang jelas solusinya. Kalau jadi masalah terus bertahun-tahun ini tentu menghenrankan. Kenapa setiap tahun jalan kembali rusak, dan solusinya hanya menambal saat musim kemarau. Sebuah solusi yang sementara. Hanya beberapa bulan. Bukan permanen. Kalau setiap tahun menambal, apa tidak berarti biayanya bisa banyak. Bahkan terus bertambah sejalan bertambahnya tahun.
Saya masygul. Ini kenapa tidak dilakukan. Apakah memang dipelihara agar dapat dijadikan proyek setiap tahun oleh oknum tertentu? Semoga ini adalah pikiran negatif saya yang hanya sesaat muncul. Semoga tidak benar. [QHRM, 29/1/2014]
~~~
*Mochamad Yusuf adalah online analyst, konsultan tentang ‘online communication’, pembicara publik tentang IT, host radio, pengajar sekaligus praktisi IT. Aktif menulis dan beberapa bukunya telah terbit. Yang terbaru, “Jurus Sakti Memberangus Virus Pada Komputer, Handphone & PDA”. Anda dapat mengikuti aktivitasnya di personal websitenya, http://yusuf.web.id atau di Facebooknya, http://facebook.com/mcd.yusuf.
Pingback: Jalan Rusak Kok Dibiarkan Sih? Saya yaki | ..| Home of Mochamad Yusuf |..
Pingback: Jalan Rusak Kok Dibiarkan Sih? Saya yaki | ..| Home of Mochamad Yusuf |..