Oleh: Mochamad Yusuf*
Suatu ketika daerah Israel dilanda kekeringan yang sangat. Sudah beberapa minggu bahkan beberapa bulan daerah ini tidak dilanda hujan. Persediaan makan semakin menipis, sedangkan pertanian gagal panen. Bila tidak ada hujan lagi, maka dipastikan akan ada bencana kelaparan.
Akhirnya rakyat Israel menghadap nabi Musa. Mereka minta nabi Musa berdoa kepada Allah agar diturunkan hujan. Nabi Musa bersedia, namun dia tidak mau hanya sendirian. Dia ingin seluruh rakyat Israel ikut juga berdoa. Mereka setuju.
Pergilah mereka menuju sebuah bukit. Saat mulai mendaki, sepertinya nabi Musa teringat sesuatu. Dia berhenti. Lalu membalikkan badan menghadap rakyat Israel. Mulailah berseru, “Yang tidak pernah berdosa boleh mengikuti saya. Sedangkan yang pernah berdosa boleh kembali ke kampung.”
Rakyat Israel tentu saja bersungut-sungut, “Tadi disuruh ikut. Sekarang hanya yang tidak berdosa boleh ikut. Mana ada orang yang tidak berdosa saat ini?”
Mereka akhirnya perlahan-lahan bergerak mundur. Meninggalkan kaki bukit dan kembali ke kampung. Tinggal seorang yang buta sebelah. Hanya satu saja matanya yang bisa melihat. Dia dikenal sebagai orang yang alim.
Nabi Musa heran dengan orang ini. “Kan sudah aku bilang, hanya tidak berdosa yang boleh ikut,” kata nabi Musa.
“Aku merasa tidak pernah berdosa. Tapi saya pernah melakukan sesuatu yang tidak tahu apakah itu berdosa apa tidak. Kalau memang itu dianggap berdosa, aku akan meninggalkan tempat ini,” kata si buta satu.
“Dulu saya pernah berjalan-jalan. Akhirnya saya kemalaman di sebuah desa. Saat saya melewati sebuah rumah, mata saya melirik ke sebuah pintu terbuka. Tampak paha seseorang. Saya tidak tahu apakah itu pria atau wanita.”
“Namun akhirnya saya insyaf untuk menghentikan melihat hal ini. Saya katakan pada mata saya. Kamu anggota tubuhku, tapi telah melakukan sesuatu yang tidak semestinya. Kamu sepatutnya tidak boleh ikut aku. Maka aku meambil bola mataku dan aku lempar. Sejak itu aku buta sebelah. Kalau hal ini dianggap berdosa, aku akan mundur.”
“Bukan, itu tidak berdosa. Silakn ikut aku,” kata nabi Musa.
Akhirnya mereka berdua menaiki bukit tersebut. Di puncak bukit, mereka mulai berdoa. Mereka berdoa minta Tuhan memaafkan rakyat Israel dan menurunkan hujan.
Setelah berdoa mereka turun. Namun saat menuruni bukit, mereka harus berhati-hati agar tidak terpeleset jatuh. Karena hujan sudah mulai turun sehingga jalan setapak sudah mulai becek.
Alhamdulillah, hujan turun karena doa oleh orang yang alim. Orang yang tidak pernah berdosa. Memang mana ada orang yang tidak berdosa, apalagi di zaman sekarang ini.
Dari kisah ini bisa diambil banyak hikmah. Tapi saya suka mengambil hikmah, bahwa orang alim lebih didengar doanya oleh Allah SWT. Karena itu bagi saya, boleh saja saya meminta orang lain untuk mendoakan apa yang ingin saya panjatkan. Karena di antara orang yang saya minta bantuan berdoa itu, saya tidak tahu yang mana, ada yang doanya lebih didengarkan. Sebab dia adalah orang alim.
Namun lebih baik lagi, kalau kita sendiri jadi orang alim. Sehingga doa-doa kita selalu didengarkan oleh Allah SWT. Amin. [SUMA, 05/8/2013]
Pernik Ramadhan adalah tulisan yang saya usahakan rutin saya tulis setiap hari selama bulan Ramadhan 1434H/2013M. Semoga tulisan ini membawa manfaat bagi kita semua. Amin.
~~~
*Mochamad Yusuf adalah online analyst, konsultan tentang online communication, pembicara publik tentang IT, host radio, pengajar sekaligus praktisi IT. Aktif menulis dan beberapa bukunya telah terbit. Yang terbaru, “Jurus Sakti Memberangus Virus Pada Komputer, Handphone & PDA”. Anda dapat mengikuti aktivitasnya di personal websitenya, http://www.yusuf.web.id atau di Facebooknya, http://www.facebook.com/mcd.yusuf.