Dalam sebuah kesempatan pengajian sang ustadz bertanya ke hadirin. Apakah mereka pernah menyelesaikan membaca terjemahan Al Qur’an? Meski pertanyaan ini diulang-ulang, tak ada satu pun yang mengaku. Entah karena sungkan dianggap riya atau memang tak ada yang melakukan, tak seorang pun yang menjawab pertanyaan Ustadz tersebut.
Oleh: Mochamad Yusuf*
Dalam kesempatan lain ada Ustadz lain juga menanyakan hal ini. Kali ini ditanyakan pada audience yang lebih khusus. Yakni mereka dulu yang sekolahnya aktif di kegiatan ekstra kerohanian Islam. Dulu namanya SKI (Sie Kerohanian Islam). Kini mungkin namanya Rohis.
Ternyata responnya sama. Tak seorang pun yang pernah. Padahal pertanyaan ini lebih dilakukan secara personal.
Ini tentu mengagetkan ya. Bagaimana Al Qur’an adalah pedoman umat Islam, tapi tak pernah dibaca terjemahannya.
Bukan mereka tak pernah membaca Al Qur’an. Mereka membaca, bahkan mereka mengkhatamkan berkali-kali. Tapi yang dibaca adalah bacaan Arabnya. Harusnya mereka tak cukup puas dengan pahala 1 huruf 10 pahala.
Al Qur’an adalah pedoman hidup, petunjuk, pemberi kabar gembira, pemberi peringatan, obat dan lainnya. Dan baru bisa terjadi kalau dibaca terjemahannya. Karena kita tak paham Bahasa Arab. Para penerjemah dengan kemampuannya membantu menerjemahkan ke Bahasa Indonesia secara seksama.
Maka bukan hal aneh kalau ada orang yang rajin baca surat Al Kahfi tiap Jumat, tapi tak tahu kisah Nabi Khidir. Padahal kisah ini diceritakan di surat ini. Ini karena dia tak pernah membaca terjemahannya.
Dengan membaca terjemahannya, kita akan menjadikan Al Qur’an sebagai sahabat. Orang yang akan menegur kalau kita salah, memberi nasehat kalau bingung, memotivasi kalau patah semangat, menghibur kalau kita sedih dan lainnya.
Seperti suatu ketika saya merasa tak bersemangat untuk berbuat lebih baik. Ingin biasa-biasa saja. Cukup shalat dan tak mau belajar agama dengan mendatangi berbagai pengajian. Saat seperti ini saya menemukan ayat Ali Imron 186. “Kamu pasti akan diuji dengan hartamu dan dirimu..”
Ternyata ujian juga dari diri sendiri. Bukan hanya kekurangan harta, ketakutan dan lainnya. Maka saya tak boleh kalah dengan godaan malas atau puas dengan keadaan biasa-biasa saja.
Suatu ketika saya sangat jengkel dengan istri, saya menemukan ayat An Nisa: 19 ini.
“..Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” Maka saya jadi bersabar.
Seringkali kadang pertanyaan atau kegundahan hidup langsung dijawab oleh Al Qur’an. Ini terjadi saat saya membaca jatah halaman Al Qur’an yang harus dibaca. Saya memang paksakan membaca Al Qur’an dan terjemahannya setiap hari dengan mengikuti berbagai program seperti ODOP, 1 hari 1 halaman atau ODOL, 1 hari 1 lembar (2 halaman).
Tak perlu mengejar cepat-cepatan selesai membaca Al Qur’an sampai habis. Tapi yang berat adalah rutin membaca Al Qur’an dan mengangan-angankan (angen-angen, jw) maknanya. Termasuk mentadzaburi atau merenungkan dengan ayat-ayat lain.
Jadi mari sekarang kita jadikan Al Qur’an sebagai sobat yang akrab bagi kita yakni membacanya termasuk terjemahannya dan mentadzaburinya. Insya Allah Al Qur’an adalah jawaban dan solusi bagi hidup sukses kita di dunia dan akhirat.
~~~
Taman Suko Asri, 29 Ramadhan 1442/11 Mei 2021
*Mochamad Yusuf dapat ditemui di http://www.enerlife.id
Betul. Al Qur’an buku manual kehidupan kita. Kita tak boleh melalaikannya.