Saat ini pun kita juga menghadapi perang. Perang melawan hawa nafsu, jelas. Tapi juga menghadapi pandemi yang meluluh-lantakkan sendi-sendi kehidupan. Ada yang sudah merasa kalah: dirumahkan, diPHK, omzet menurun dan lainnya. Semua roda perekonomian lumpuh. Bayang-bayang resesi di pelupuk mata.

Sebenarnya apa itu syafaat? Bagaimana nanti bentuk syafaat itu? Siapa saja yang akan memberikan syafaat? Bagaimana cara mendapatkan syafaat dari Rasulullah SAW?

Demikian juga sebaliknya. Kerjanya tidak maksimal tapi digaji lebih tinggi, maka kekurangannya ditagih Allah di dunia dan akhirat. Maka perlu memahami etos kerja yang benar.

Apalah arti harta, kekuasaan dan keluarga yang dibanggakan ternyata tidak berarti di akhirat. Apalagi sampai kemudian terjerumus ke neraka. Maka hidupnya dunia adalah sia-sia bila tidak masuk surga.

Apalah arti harta, kekuasaan dan keluarga yang dibanggakan ternyata tidak berarti di akhirat. Apalagi sampai kemudian terjerumus ke neraka. Maka hidupnya dunia adalah sia-sia bila tidak masuk surga.

Kadang kita merasa lelah. Kadang kita merasa putus asa. Kadang kita ingin berhenti. Kehidupan dunia yang dikejar sepertinya tidak kunjung diraih. Meski pengorbanan demikian banyak. Kebahagiaan yang didamba tak kunjung direngkuh.

Seperti juga manusia mengkhawatirkan tentang rezekinya esok. Aku makan apa? Tapi anehnya tidak mengkhawatirkan apa yang dimakan nanti di akhirat. Padahal rezeki di dunia sudah dijamin Allah. Sedangkan makan enak di surga belum tentu dijamin Allah. Kenapa kita tidak mengkhawatirkan apa yang belum dijamin Allah?

Allah sudah menetapkan beberapa ketentuan (takdir) untuk makhluknya, salah satunya rezeki.

Lalu bagaimana mencari rahmat Allah itu? Terus apa bukti kalau kita sudah mendapat rahmat Allah?

Saat kadang tersadar, berusaha lagi menempuh jalan ke surga. Namun ada orang yang malah diharamkan masuk surga. Neraka nggak doyan dengan orang ini. Hehehe. Kok bisa?