Sampai lama pencarian rumah ini tak berbuah hasil. Saya mulai putus asa. Sudah puluhan rumah yang sudah didatangi, namun tak ada yang sreg di hati kita. Apa terlalu tinggi persyaratan yang kita minta?
Oleh: Mochamad Yusuf*
Dulu jauh sebelum menikah, saya dan calon istri mencari rumah kontrakan. Rencananya setelah menikah kita langsung pindah ke rumah kita sendiri, meski masih kontrak. Jadi setelah menikah kita ingin langsung mandiri. Tak menumpang di rumah orang tua lagi. Namun meski begitu, saya ingin tak jauh dari orang tua.
Mulailah saya mencari rumah yang mau dikontrakkan. Kita dibantu orang tua dan tetangga untuk mencari rumah kontrakan tersebut. Saya juga mencari informasi lewat media.
Setiap ada informasi rumah dikontrakkan, kita langsung melihatnya. Namun selalu saja ada kekurangannya. Misal: rumah kontrakan itu di belakang rumah pemiliknya, jadi harus lewat gang sempit untuk sampai ke rumah tersebut. Atau kamar mandinya di luar bareng dengan penghuni rumah lain. Atau di kesempatan lain, rumahnya di gang sempit. Naik motor pun harus dituntun saking sempitnya. Atau di kesempatan lain, rumahnya tak bagus. Terlihat kumuh dan langit-langit bekas ada bocoran.
Sampai lama pencarian rumah ini tak berbuah hasil. Saya mulai putus asa. Sudah puluhan rumah yang sudah kita datangi, namun tak ada yang sreg di hati kita.
Saya berpikir, apa terlalu tinggi persyaratan yang kita minta? Bukankah rumah kontrakan bukan rumah kita sendiri, mengapa harus mencari yang sempurna? Mungkin saya harus menurunkan persyaratan. Lebih menerima kekurangan-kekurangannya.
Akhirnya suatu waktu ada informasi rumah dikontrakkan. Saya datang untuk melihatnya. Astaga! Perfect. Rumah itu rumah sendiri, bukan bagian dari rumah induk atau rumah lain. Rumah yang cukup besar. Berada di jalan yang besar. Lengkap, termasuk 2 kamar tidur. Dan yang penting lokasinya tak jauh dari rumah orang tua.
Ketika saya tanyakan harganya, ternyata juga masih dalam budget. Namun ada kekurangannya. Kalau saya kontrak, waktu kontraknya langsung itu juga. Tak bisa ditunda. Padahal waktu menikah masih sebulan lagi.
Kalau saya baru kontrak sebulan lagi, bisa jadi rumah itu sudah laku dikontrak. Maka saya terima kekurangan itu dengan mengontraknya, meski sebulan tak ditempati. Jadi saya rugi sebulan, karena sudah saya kontrak tapi tidak bisa ditempati karena masih belum menikah.
Namun saya puas dengan rumah ini. Rasanya tinggal di rumah ini begitu menyenangkan. Rasanya masa-masa paling bahagia saat menikah adalah saat tinggal di rumah kontrakan tersebut. Saya bersyukur akhirnya mendapat rumah itu.
Saya merenung, apakah waktu mencari rumah kontrakan dan tak menemukan itu karena rumah ideal saya itu belum habis masa kontraknya. Jadi oleh Tuhan, saya dicarikan dulu rumah-rumah yang tidak sreg di hati dulu. Setelah rumah ideal itu habis masa kontraknya dan siap dikontrakkan lagi, maka saya bisa menemukannya.
Mungkin. Karena nanti saya mempunyai pengalaman yang sama. Namun di posisi sebaliknya. Bukan pengontrak, tapi pemilik rumah. [TSA, 20/04/2012 subuh]
…
[dipotong]
~~~
Artikel ini bagian dari buku yang saya rencanakan untuk terbit. Rencananya ada 99 artikel yang berkaitan dengan rahasia rezeki. Untuk seri 1 sampai 10, anda bisa membaca secara lengkap di http://enerlife.web.id/category/rejeki/. Setelah seri itu, tak ditampilkan secara lengkap. Namun hanya setiap kelipatan seri 5 yang ditampilkan secara lengkap. Jadi pantau terus serial ‘Rahasia Rezeki’ ini.
~~~
*Mochamad Yusuf adalah online analyst, pembicara publik, host radio, pengajar sekaligus praktisi TI. Aktif menulis dan beberapa bukunya telah terbit. Yang terbaru, “Jurus Sakti Memberangus Virus Pada Komputer, Handphone & PDA”. Anda dapat mengikuti aktivitasnya di personal websitenya, http://yusuf.web.id atau di Facebooknya, http://facebook.com/mcd.yusuf .
Pingback: ..| Home of Mochamad Yusuf |..
Pingback: ..| Home of Mochamad Yusuf |..