Tak patah arang, dia mencoba bisnis lain. Kali ini dicoba lebih sungguh-sungguh, namun hasilnya tetap sama. Bangkrut! Dicoba lagi bisnis lain, dan lain, tetapi hasilnya sama. Hanya kerugian.
Oleh: Mochamad Yusuf*
Ini sebuah cerita yang dituturkan seorang teman. Kisah yang dekat dengannya. Karena pelakunya adalah kedua orang tuanya.
Kisah ini diawali saat huru-hara politik di tahun 1965-an saat ada pemberontakan G30S/PKI. Tak disangka kekacauan politik ini telah menghentikan rezeki kedua orang tua teman saya ini.
Mereka adalah guru sebuah sekolah Tionghoa. Zaman dulu masih ada sekolah-sekolah khusus seperti sekolah Tionghoa ini. Akibat pemberontakan ini pemerintah menututp sekolah-sekolah Tionghoa di seluruh negeri termasuk sekolah tempat di mana kedua orang tua itu bekerja.
Mereka jadi pengangguran. Sebuah tambahan kesulitan layaknya peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga pula. Dampak kekisruhan politik itu telah menurunkan kesejahteraan, keamanan dan meningkatkan kemiskinan dan ketidakstabilan negeri Indonesia.
Semuanya ikut sengsara. Dan mereka masih ditambah tak memiliki penghasilan. Padahal mereka selama ini hanya sebagai guru. Dan kemampuannya hanyalah mengajar.
Tapi tak ada jalan lain selain harus tetap bekerja. Maka sang suami mulai berbisnis. Berdagang dengan membeli pada pabrik dan menjualnya kembali. Tapi memang belum rezeki atau tak memiliki kemampuan untuk itu, maka lambat laun bangkrut karena terus merugi.
Tak patah arang, dia mencoba bisnis lain. Kali ini dicoba lebih sungguh-sungguh, namun hasilnya tetap sama. Bangkrut! Dicoba lagi bisnis lain, dan lain, tetapi hasilnya sama. Hanya kerugian. Tabungan mereka semakin menyusut.
Melihat hal ini, maka sang istri berinisiatif untuk yang berbisnis. Maka sang suami hanya diam di rumah. Mulailah sang istri membeli dalam grosir dari pabrik kebutuhan pangan sehari-hari seperti minyak goreng, kecap, saus dan lainnya.
Dari pabrik ini mereka mengemasnya lagi dalam bentuk kemasan yang lebih kecil. Dengan semasan ini maka lebih terjangkau dibeli oleh konsumen. Meski begitu dia tak menjualnya ke Surabaya atau pulau Jawa, tapi dijual ke luar pulau seperti Kalimantan.
Ternyata bisnis ini jalan. Meski masih banyak halangan, lambat laun bisnis mulai bangkit, membesar dan membesar. Akhirnya mereka bisa makmur dengan bisnis ini.
Selama itu tetap sang istri yang melakukan bisnis, sedang sang suami hanya mendukung bisnis istrinya di rumah. Saya tak begitu tahu, bagaimana sebenarnya peran dari sang suami, namun saya tahu memang sang istrilah yang menggerakkan dan mengendalikan bisnis itu.
Dari sini, sang suami ternyata tak pintar mencari rezeki. Sang istrilah yang pintar mencari rezeki.
Cerita ini sebenarnya pernah terjadi beberapa ratus tahun lalu. Bahkan pelakunya sangat terkenal khususnya di dunia Islam. Karena dia termasuk sahabat Nabi, saudara sepupu dan menantunya. Dia juga termasuk orang yang tak pintar mencari rezeki, meski terkenal akan keberanian, kecerdasan dan ketrampilan bermain pedang.
Bagaimana ceritanya? [TSA, 01/06/2012 subuh]
…
[DIPOTONG]
~~~
Artikel ini bagian dari buku yang saya rencanakan untuk terbit. Rencananya ada 99 artikel yang berkaitan dengan rahasia rezeki. Untuk seri 1 sampai 10, anda bisa membaca secara lengkap di http://enerlife.web.id/category/rejeki/. Setelah seri itu, tak ditampilkan secara lengkap. Namun hanya setiap kelipatan seri 5 yang ditampilkan secara lengkap. Jadi pantau terus serial ‘Rahasia Rezeki’ ini.
~~~
*Mochamad Yusuf adalah online analyst, pembicara publik, host radio, pengajar sekaligus praktisi TI. Aktif menulis dan beberapa bukunya telah terbit. Yang terbaru, “Jurus Sakti Memberangus Virus Pada Komputer, Handphone & PDA”. Anda dapat mengikuti aktivitasnya di personal websitenya, http://yusuf.web.id atau di Facebooknya, http://facebook.com/mcd.yusuf .
Pingback: ..| Home of Mochamad Yusuf |..