Dua kejadian ini membuat saya berpikir. Saya yakin pemilik kedua warung tadi tetap tak mengubah polanya. Bahkan warung nasi pecel tetap membawa gerobak terbukanya itu. Lauk dan rasanya masih tetap. Tapi kenapa rejekinya berubah?
Oleh: Mochamad Yusuf*
Enam bulan lalu dalam perjalanan pulang kantor, saya menyadari tutupnya sebuah warung nasi bebek. Warung ini sebenarnya pindahan dari jalan yang sama. Mungkin hanya berjarak sekitar 200 meter dari tempat aslinya.
Jalan ini menghubungkan antara jalan negara (menghubungkan antar propinsi) dengan perumahan saya. Di ujung jalan ini tak hanya perumahan saya, namun banyak perumahan lain termasuk kampung desa. Jadi jalan ini sangat ramai, khususnya pagi hari menjelang berangkat kerja dan sore saat pulang kerja.
Di tempat yang lama, warung nasi bebek itu sangat ramai. Untuk membelinya. Orang sampai antri. Tapi entah karena kontrakannya habis, dia pindah. Namun masih di sisi jalan itu. Di kontrakan yang baru ini sebenarnya lebih baik. Tempatnya lebih bersih, parkirnya lebih enak dan tempatnya ramai.
Namun dibandingkan dengan tempat sebelumnya, jumlah pengunjungnya berkurang. Tapi saya tebak karena para pelanggan tak tahu kepindahannya ke sini. Saya kira lambat laun akan normal. Ramai seperti dulu.
Tapi ternyata tak bisa seramai dulu. Bahkan lambat laun semakin sepi, dan akhirnya tutup. Saya jadi teringat warung lain, nasi pecel kediri. Masih di jalan yang sama.
Sejak kehadirannya pertama kali sudah ramai. Kemunculannya memang unik. Warungnya ada di bak mobil terbuka. Seperti gerobak. Jadi ada 4 roda di bawahnya yang bisa dipindah-pindah.
Keramaiannya luar biasa. Untuk bisa dilayani kita menunggu paling cepat setengah jam, bahkan bisa lebih lama lagi. Istri saya pernah jengkel dengan hal ini. Setelah menunggu antri lama, ternyata penjual menolak untuk melayani, gara-gara istri saya hanya ingin beli pecel saja. Tidak sekalian nasi. Karena istri beranggapan sudah ada nasi di rumah. Mungkin karena yang beli banyak, penjual menolak menjual pecel saja.
Tapi entah kontrakannya habis, dia pindah. Tak jauh sebenarnya. Seberangnya. Jadi sebenarnya masih terlihat dari tempat lama. Karena jaraknya sekitar 50 meteran.
Namun sejak kepindahannya di tempat yang baru, pembelinya sepi. Bahkan sepertinya tak ada yang beli. Padahal tempatnya lebih oke. Ada tempat untuk makan di situ (yang lama tidak ada). Tempatnya lebih luas, jadi kalau antri enak. Terus ada warung lain, yang satu pemilik dengan nasi pecel itu. Jadi yang beli bisa punya alternatif lain selain pecel.
Tapi yang terjadi malah sepi. Meski sekarang sudah tidak sesepi ketika kepindahannya pertama kali, tetap tidak seramai dulu. Sampai sekarang masih survive.
Dua kejadian ini membuat saya berpikir. Saya yakin pemilik kedua warung tadi tetap tak mengubah polanya. Bahkan warung nasi pecel tetap membawa gerobak terbukanya itu. Lauk dan rasanya masih tetap. Tapi kenapa rejekinya berubah?
Kalo pelanggannya tidak tahu, rasanya tidak. Terlebih nasi pecel yang hanya pindah sejauh lemparan batu. Tak ada yang berubah. Yang berubah hanya tempat. Itu pun tak jauh.
Karena itu bagi saya rejeki adalah sesuatu yang memang ada yang mengatur. Meski kita melakukan usaha yang sama, belum tentu hasilnya sama.
Janganlah bertepuk dada, bahwa keberhasilan ini hanya semata-mata karena kerja keras anda semata. Bukan pula kesuksesan semata-mata karena keuletan anda. Masih ada misteri lain, yang mungkin anda tak tahu sumber keberhasilan anda. Bisa saja doa orang tua, bantuan dari karyawan yang tulus, orang-orang yang disantuni dan lainnya.
Jadi tetap berusaha sambil tetap berdoa! [TSA, 12/10/2010]
~~~
*Mochamad Yusuf adalah online analyst, pembicara publik, host radio, pengajar sekaligus praktisi TI di SAM Design. Aktif menulis dan beberapa bukunya telah terbit. Yang terbaru, “Jurus Sakti Memberangus Virus Pada Komputer, Handphone & PDA”. Anda dapat mengikuti aktivitasnya di personal websitenya atau di Facebooknya.
Bisnis makanan matang memang penuh misteri.. Hehehe.
@Dwi Prayitno
Betul.
Saya baru merintis jualan bebek goreng/bakar di jl raya bogor,(samping khong guan) memang jualan bebek omset tdk menentu kadang laku kadang sepi itulah ujian org berjualan matang, jadi dgn kisah diatas tadi tdk membuat sy down bahkan harus optimis dan ikhtiar & berdoa kpd Alloh SWT semoga ditambah rizkinya, aminn.
Keberhasilan maupun kegagalan bukanlah hanya sebuah pilihan namun merupakan usaha dan doa dari kita kepada yang Maha Esa, bersedekah, berbuat baik dengan tetangga, berlaku sopan dll perbuatan baik harus berbarengan dan terus menerus.
@Final Asmen.
betul…
Saya menangis membaca tulisan ini. Sungguh. saya juga punya usaha yang sama, dan mengalami nasib yang sama. Warung kami pernah mengalami kejayaan, dengan keuntungan sekitar 1 juta perhari. Kami bisa beli mobil, beli rumah, berangkat umroh bersama orangtua, memberangkatkan beliau haji plus, kami pun juga mendaftar haji, karyawan dibawa refreshing keliling jawa, dll.
Tp setelah itu, warung kami berangsur2 sepi. Karyawan sebagian dirumahkan. Kami bertahan dan terus bertahan sampai hari ini dengan tidak mengubah cita rasa, bahkan cenderung memberikan variasi dengan berbagai menu lain. Tapi tetap saja tidak membantu menaikkan omzet. Hari ini, mencari omzet 1 juta saja sudah susah (padahal dulu 1 juta itu cuma keuntungannya). Sementara kontrak nya sudah hampir habis, dan emnurut rencana akan dinaikkan oleh pemilik lahan,,,
Kami hanya bisa berdoa, karena kami yakin, Allah sudah mematok demikian. Sembari berdoa, kami tetap berusaha,,,,,
Sekarang ini, keuntungan tidak mampu lagi walau sekadar untuk biaya kontrak warung, hanya cukup gaji2 anak buah saja,,,,
Itupun, masih tetap kami lakukan,,,
Kl menurut sy berdoa dulu sambil berusaha pak. Biar usaha kita ada yg bantu Allah. Karena ikhtiar terberat itu sebenarnya ya berdoa sebelum mulai berusaha yg kadang sering kita lupa. Kita kadang terlalu percaya sama akal dpd ke Allah, makanya sepi.
Pingback: ..| Home of Mochamad Yusuf |..
Ya mudah2an Rejeki Lancar Selalu
Tidak akan meninggal seseorang sebelum rejeki yang ditakdirkan untuknya belum dimakannya…
Pingback: ..| Home of Mochamad Yusuf |..