Oleh: Mochamad Yusuf*
Petasan atau beberapa daerah mengenalnya dengan mercon. Sebuah bahan ledakan yang dimasukkan dalam sebuah wadah yang terdiri dari lapisan kertas. Maka bila meledak maka akan mengakibatkan berserakan kertas-kertas bekas wadah mercon ini.
Mercon ini menunjuk pada sesuatu yang dapat meledak. Tentu saja ledakannya tidak terlalu explosive seperti bom. Tapi tetap saja berbahaya. Orang mungkin memanfaatkan mercon ini untuk suaranya. Karena bunyinya cukup memekakkan telinga.
Tujuannya hanya sekedar fun. Atau hiburan. Tapi di beberapa daerah, bunyi memekakkan ini untuk mengusir roh jahat. Ini diyakini di daerah Cina, dan di beberapa daerah lain seperti di Betawi. Biasanya secara umum banyak dinyalakan saat bulan puasa. Namun untuk saat tertentu biasanya dinyalakan juga saat lebaran, pernikahan, tahun baru dan sebagainya.
Tapi waktu saya kecil, belum sekolah, petasan itu untuk tujuan yang lebih mulia. Hehehe. Yakni untuk penanda waktunya Maghrib.
Waktu itu setelah mandi sore kita duduk-duduk di depan rumah menatap horizon. Karena nun jauh di sana di sebuah lapangan telah terpasang beberapa mercon yang cukup besar. Begitu besarnya sehingga bunyi ledakannya dapat terdengar jauh. Meski begitu bagi saya yang jauhnya sekitar 2 km ledakan ini tidak terdengar. Tapi asap ledakannya akan membumbung dan menjadi penanda untuk berbuka.
Tidak seperti zaman sekarang, zaman itu masjid hanya berada di beberapa tempat. Dari rumah saya saja sekitar 1 km ke masjid terdekat. Jadi pengeras suara adzan tidak sampai mencapai rumah saya. TV juga jarang. Hanya radio. Maka radio memang menjadi media informasi satu-satunya waktu itu. Tapi entah saya lupa, mengapa kita lebih suka menunggu saatnya Maghrib dengan ledakan petasan itu. Mungkin lebih fun saja sekalian ngabuburit menunggu saat Maghrib.
Kalau kita tilik sejarahnya sangat menarik, karena penemuannya tidak sengaja. Sekitar abad ke-9, seorang juru masak di negeri Cina secara tak sengaja mencampur 3 bahan bubuk hitam (black powder) yakni: garam peter atau kalium nitrat, belerang (sulfur), dan arang dari kayu (charcoal) yang berasal dari dapurnya. Ternyata campuran ketiga bahan itu mudah terbakar.
Tapi waktu saya kecil kita membuat suara ledakan sendiri tanpa mercon. Teman-teman mengambil sebatang pohon bambu. Lalu antar dinding bambu dilubangi. Jadi berlubang dari sebuah bilik pangkal ke ujung. Lalu di bilik pangkal dibuat lubang di atasnya. Diisi dengan karbit. Tapi bukan karbit baru. Kita cari bekas pakai tukang las. Dicampur dengan minyak tanah.
Lalu kita buat penyulut yang diberi api seperti obor tapi kecil, lalu kita sentuhkan ke lubang atas pangkal. Ketika mendapat api akan menyulut ledakan. Blum! Persis seperti mercon tapi tak sekeras mercon. Tapi tetap keras suaranya.
Supaya seru di ujung bambu kita masukkan gumpalan kain. Maka ketika meledak akan meluncurkan gumpalan kain. Persis seperti meriam kuno.
Permainan jadi seru, kalau ada 2 tim atau lebih. Dan kita perang-perangan dengan menggunakan meriam ini. Tiap-tiap tim bisa menyulut meriamnya dan kita saling menyerang dengan bola gumpalan kain. Seru. Permainan ini hanya ada di bulan puasa.
Namun permainan ini kadang membahayakan. Mungkin karena sudah sering dipakai maka bambunya tiba-tiba bisa meledak pecah. Ledakannya bisa mengenai kita. Memang tidak sampai melukai, tapi cukup membuat kaget. Tapi tetap berbahaya.
Kalau di rumah Ibu saya di Probolinggo, di waktu saya masih kecil ada seseorang yang di bulan puasa sudah membuat petasan. Dan petasan ini dirangkai panjang. Maka setelah shalat Ied Idul Fitri, petasan ini dinyalakan. Karena dirangkai panjang, maka bunyi ledakannya terus menerus tanpa henti. Orang-orang akan mengelilingi sambil bersorak-sorak. Sungguh sebuah momen yang istimewa.
Sekarang tradisi ini mulai berkurang. Yang banyak terjadi anak-anak bermain petasan seusai shalat tarawih atau sahur. Dan ini dianggap mengganggu orang, sehingga dilaporkan polisi. Akibatnya anak-anak main kucing-kucingan dengan polisi. Hehehe.
Apapun itu mercon/petasan seakan menjadi bagian dari ritual bulan puasa, meski tidak ada tuntunan dari agama. Mungkin hanya sebagai penanda datangnya bulan puasa yang berbeda dengan bulan-bulan lain. [SUMA, 16/7/2013 siang]
<em>Pernik Ramadhan adalah tulisan yang saya usahakan rutin saya tulis setiap hari selama bulan Ramadhan 1434H/2013M. Semoga tulisan ini membawa manfaat bagi kita semua. Amin. </em>
*Mochamad Yusuf adalah online analyst, konsultan tentang online communication, pembicara publik tentang II, host radio, pengajar sekaligus praktisi IT. Aktif menulis dan beberapa bukunya telah terbit. Yang terbaru, “Jurus Sakti Memberangus Virus Pada Komputer, Handphone & PDA”. Anda dapat mengikuti aktivitasnya di personal websitenya, http://www.yusuf.web.id
Jadi inget di masa kecil dulu gan. sepertinya sama nih pengalaman hehehehe.
@Ripki
Hehehe, iya. Btw, masa kecilnya di mana?
ya benar…. masa itu juga saya alami di daerah purwodadi…. sangat ramadhan banget… uang saku dikumpulin cuma buat beli obat mercon yang jaraknya 10km, ngonthel sambil nunggu buka puasa… 10km pp tak terasa…. hanya untuk sebuah benda… mercon namanya…
@Abu Azzam
Hahaha, pengalaman luar biasa. Ya, pengalaman masa kanak-kanak yang menyenangkan.