Melihat duel yang sengit ini banyak sahabat yang mengelilingi untuk mengawasi pertempuran ini. Akhirnya suatu ketika pedang si kafir terlempar keluar dan dia jatuh terduduk. Sekarang dia tidak bersenjata. Dia pasti dengan mudah dikalahkan.
Oleh: Mochamad Yusuf*
Suatu ketika ada berita di TV tentang pembagian zakat yang diberikan oleh seorang kaya di sebuah daerah. Tampak yang ingin mendapat zakat harus antri dan berdesak-desakan. Sebagian ada yang tidak kuat sehingga pingsan. Banyak anak-anak terpisah dengan orang tuanya. Mereka menangis mencari Ibu atau Bapaknya. Ramai, semrawut dan membuat sengsara yang menerima zakat.
Seorang teman yang melihat berita ini menyalahkan yang membagi zakat.
“Ngapain sih dibagi-bagi langsung seperti itu? Kan enak diserahkan ke amil zakat atau lembaga ambil zakat yang sekarang banyak berdiri? Kalau begini kan kasihan yang menerima zakatnya,” katanya dengan nada tinggi.
“Kadang yang salah bukan pemberi zakat lho,” kata saya. “Mereka kadang mampu, tapi karena ada yang bagi-bagi gratis mereka ikutan ambil. Harusnya yang beginian malu kalau juga masih mau zakatnya. Terus ngapain harus bedesak-desakan. Semua pasti kebagian. Kalau mereka mau tertib antri, pasti tidak ada yang susah seperti itu.”
“Halah, dia yang membagi zakat itu yang ingin pamer saja. Ingin riya. Ingin dilihat sebagai orang kaya yang dermawan. Padahal biasanya cuek tuh sama tetangganya,” timpalnya dengan sengit.
“Hush!” saya menjawab, “Jangan prasangka buruk begitu. Kamu tidak boleh menilai atau menghakimi niat seseorang. Tidak ada yang tahu niat seseorang. Hanya dia dan Allah saja yang tahu. Kamu malah berdosa padanya, karena kamu sudah prasangka buruk padanya. Kamu malah mengambil dosanya untuk dirimu.”
“Tapi seperti itu bisa saja terjerumus ke riya!” sekarang dia malah berteriak.
“Bisa jadi,” jawab saya. “Tapi bisa juga tidak. Tergantung orang. dan sekali lagi tergantung niatnya tadi. Bukankah nilai perbuatan seseorang tergantung niatnya?”
“Tidak ada salah melakukan kebaikan dengan ditunjukkan. Banyak hadits yang menyuruh kita menunjukkan perbuatan ibadah kita. Bahkan di al Quran sendiri, Allah membolehkan pemberian dengan terang-terangan. Mungkin tujuannya adalah memberi contoh dan mendorong orang lain untuk juga mengikuti perbuatannya. Agar melakukan hal yang sama.”
“Karena itu biarlah dia melakukan seperti itu kalau dia memang suka dengan cara itu. Yang bisa kita lakukan membantu antrian atau apalah yang membuat pembagian itu menjadi lancar.”
“Bukan. Saya cuma mengingatkan, janganlah kamu menilai atau menghakimi niat seseorang dalam melakukan sesuatu. Ingatlah sebuah cerita yang terjadi di masa Rasulullah.”
Dalam suatu perang, ada sahabat Rasulullah yang berduel dengan musuhnya, seorang kafir, dengan sengitnya. Mereka sama trampilnya, juga sama beraninya. Suatu ketika yang muslim yang menyerang dan yang kafir menangkis. Tapi di lain waktu yang kafir menyerang dan yang muslim harus menangkis dan mengelak.
Melihat duel yang sengit ini banyak sahabat yang mengelilingi untuk mengawasi pertempuran ini. Akhirnya suatu ketika pedang si kafir terlempar keluar dan dia jatuh terduduk. Sekarang dia tidak bersenjata. Dia pasti dengan mudah dikalahkan.
Pedang si muslim sudah terayun tinggi, tinggal digerakkan dengan cepat ke leher si kafir. Maka pasti kepalanya tertebas. Namun saat mau mengayunkan turun pedangnya, si kafir bersayahadat. Menyatakan keislamannya. Kalau sudah Islam, maka sudah menjadi saudara. Harusnya dimaafkan. Tidak boleh dibunuh lagi.
Sahabat muslim tidak jadi mengayunkan pedangnya. Teman-temannya melihat ini tidak setuju dan berteriak, “Tebas saja. Tebas saja. Dia hanya bersyahadat agar dia selamat tidak kamu bunuh.”
Sahabat muslim bimbang. Apakah harus mengayunkan pedang, karena dia musuh dan teriakan teman-temannya yang mengatakan syahadat sebagai alibi adalah hal yang masuk akal. Tapi kalau dia melakukan, takutnya dia berdosa karena membunuh seseorang yang sudah tobat. Seorang muslim yang harusnya dimaafkan.
Akhirnya sahabat muslim ini memutuskan tidak membunuh si kafir dan hanya menawannya. Teman-temannya tidak puas. Dan sewaktu bertemu dengan Rasulullah, mereka menceritakan peristiwa ini.
Rasulullah membenarkan perbuatan yang dilakukan sahabatnya.
“Tapi si kafir melakukan itu agar selamat saja. Dia tidak berniat mengucapkan syahadat,” para sahabat berargumen.
“Tidak ada orang yang bisa melihat niat seseorang. Biarlah dia dimaafkan dan dijadikan tawanan. Untuk masalah niatnya benar atau sekedar ingin selamat, hanya Allah dan dia yang tahu. Biarlah Allah yang akan memutuskan. Kita tidak boleh memutuskan benar salahnya niat seseorang.”
Karena itu, kalau kita melihat seseorang melakukan kebaikan, janganlah gampang menghakimi dia dengan niatnya bukan ibadah. Biarlah Allah yang menilai niat itu. Yang kita lakukan adalah menyambut ibadahnya dan kalau ada yang bisa kita bantu, ya kita bantu. [PURI, 03/8/2013]
<em>Pernik Ramadhan adalah tulisan yang saya usahakan rutin saya tulis setiap hari selama bulan Ramadhan 1434H/2013M. Semoga tulisan ini membawa manfaat bagi kita semua. Amin.</em>
*Mochamad Yusuf adalah online analyst, konsultan tentang online communication, pembicara publik tentang IT, host radio, pengajar sekaligus praktisi IT. Aktif menulis dan beberapa bukunya telah terbit. Yang terbaru, “Jurus Sakti Memberangus Virus Pada Komputer, Handphone & PDA”. Anda dapat mengikuti aktivitasnya di personal websitenya, http://www.yusuf.web.id atau di Facebooknya, http://www.facebook.com/mcd.yusuf.