Oleh: Mochamad Yusuf*
Suatu waktu saya dan istri belanja keperluan rumah tangga. Karena ada sebuah pasar baru, kita sekalian mencoba pasar baru itu. Bagaimana sih dalamnya, kok diklaim sebagai pasar tradional yang modern. Bingung juga saya dengan istilah ini: tradisional yang modern itu.
Eh, ternyata ya seperti pasar tradisional. Ada bidak-bidak yang menjual berbagai kebutuhan seperti sayur, daging, telur, ikan dan lain-lain termasuk baju. Namun pasarnya bersih. Lantainya keramik dengan langit-langit yang tinggi. Tampak di atas atap ada ventilator seperti kubah masjid yang terus berputar. Juga ada pemisahan lokasi berdasar kategori produk yang dijual. Misal: sayur di tempatkan di blok sendiri. Demikian juga ikan dan daging. Jadinya memang menyenangkan berbelanja di sana.
Kita bermaksud membeli sayur-mayur untuk keperluan belanja selama seminggu. Ya, maklum sebagai pasangan yang keduanya bekerja, kadang tidak sempat untuk ke pasar. Jadi dengan menyediakan sayur yang lengkap di kulkas, maka bila pagi-pagi ingin masak maka tidak perlu belanja lagi ke pasar.
Saat menjelajah pasar, kita tertarik dengan sebuah bidak yang barangnya cukup banyak. Terlihat komplit dagangannya. Semua jenis sayur ada. Karena komplit saya gamit istri dan menunjuk ke bidak itu. Maksud saya, supaya istri berbelanja di sana.
“Nggak,” kata istri, “Orangnya judes. Nanti kalau ditawar-tawar marah.”
Saya yang mendengar komentar istri seperti ini jadi bingung. Bagaimana bisa dikatakan penjualnya judes (tidak ramah, Ind), kalau datang saja tidak. Ini malah sudah menyimpulkan demikian.
Diam-diam saya amati penjualnya. Penjualnya perawakannya seorang ibu. Tidak muda, tapi tidak cukup tua. Saya amati cukup lama, ternyata wajahnya tidak pernah senyum. Mrengut (jw yang mungkin bahasa Indonesia bersungut-sungut) juga tidak. Marah-marah juga tidak. Tapi memang tidak gampang tersenyum. Penampilannya diam saja. Tidak berkata-kata.
Saya bandingkan dengan penjual yang sekarang melayani istri. Perawakannya sama dengan penjual ‘judes’ tadi. Namun sambil melayani pembeli, dia mengobrol dengan pembelinya. Dia tidak marah, meski pembelinya menawar dengan harga gila (turun sekali). Dia hanya menimpali dengan kata-kata yang tidak menyinggung. Bahkan dengan guyonan.
Saya lihat pembelinya cukup banyak. Saya heran kenapa istri sampai membelanya dengan membeli di sini. Barangnya tidak lengkap, kalah lengkap dengan penjual ‘judes’ tadi. Juga harus antri menunggu dilayani.
Tapi saya tebak istri membeli di sini, karena penjualnya ramah. Suka menebar senyum dan menyapa. Orang Cina punya pepatah, “Kalau tidak bisa senyum jangan berjualan.” Pepatah ini pas untuk fenomane di atas. Tapi sebenarnya suka senyum tidak hanya mendatangkan rezeki berjualan di atas. Tapi juga rezeki teman dan jodoh.
Dulu saya punya teman yang bersaudara sepupu. Mereka sama-sama cewek. Meski sepupu mereka agak beda. Yang satu pintar, sedang yang satunya biasa-biasa saja. Yang pintar ini bisa dibilang cantik. Sedang yang pintarnya biasa, wajahnya juga biasa. Sebenarnya kalau dipikir-pikir, yang pintar ini pasti jadi keinginan semua wanita: cantik, putih, pintar dan perawakannya bagus. Apa lagi? Semua yang diingin, sudah dimiliki.
Namun meski begitu, yang biasa-biasa temannya banyak. Tidak hanya teman wanita tapi juga pria. Sebaliknya yang cantik temannya sedikit. Itupun rasanya hanya teman pria. Aneh.
Tapi kalau saya renungkan sekarang, karena yang cantik ini kurang ramah. Jarang senyum dan juga jarang menyapa. Sebaliknya saudaranya yang biasa-biasa ini, anaknya ramah dan gaul. Tidak hanya teman-teman seangkatan, kakak kelas dan adik kelas juga banyak dikenalnya. Bahkan pegawai kebersihan, administrasi dan guru juga cukup akrab dengannya. Dia aktif juga berorganisasi. Jadi meski tidak cantik dan pintar, banyak yang menyukainya.
Jadi sebenarnya mudah menarik rezeki, yakni dengan menjadi ramah, banyak senyum dan gampang menyapa. Deangganya akan menarik rezeki ke kita. [SUMA, 25/7/2013 siang]
<em>Pernik Ramadhan adalah tulisan yang saya usahakan rutin saya tulis setiap hari selama bulan Ramadhan 1434H/2013M. Semoga tulisan ini membawa manfaat bagi kita semua. Amin. </em>
*Mochamad Yusuf adalah online analyst, konsultan tentang online communication, pembicara publik tentang II, host radio, pengajar sekaligus praktisi IT. Aktif menulis dan beberapa bukunya telah terbit. Yang terbaru, “Jurus Sakti Memberangus Virus Pada Komputer, Handphone & PDA”. Anda dapat mengikuti aktivitasnya di personal websitenya, http://www.yusuf.web.id
betul… senyum sedekah termudah yang alloh hargai atas upaya kita untuk senyum… jaman sma dulu saya mudah senyum… tapi.. sekarang kok saya jadi mahal senyum…? akumulasi masalah yang tidak teratasi membuat aku terkadang sulit tersenyum…
@Abu Azzam
Tetap semangat dan tersenyum meski masalah terus saja menggelayuti. Hehehe.
Pingback: Mungkin semua orang berharap mudah menda | ..| Home of Mochamad Yusuf |..