“Bagaimana mungkin gaji seorang walikota yang hanya 5 juta perbulan, bisa memenuhi kebutuhan rumah tangganya yang 50 juta perbulan,” kata Bibit S Riyanto dalam bukunya yang terbaru. Memang gaji resminya hanya 5 juta perbulan, namun dari hidden salary istilahnya, dia mendapat tambahan gaji lain. Di antaranya fee bank, komisi penunjukan proyek, uang komisi dan lainnya.
Oleh: Mochamad Yusuf*
Ini memang dampak dari pemilihan langsung. Semua pemimpin mulai dari tingkat teratas, yakni presiden sampai kepala desa dipilih secara langsung. Tanpa perantara. Tidak melalui DPR untuk pemilihan walikota/gubernur atau melalui MPR untuk pemilihan Presiden.
Pemilihan langsung adalah buah dari reformasi silam. Sebuah impikasi langsung karena pilihan kita pada sistem demokrasi. Dengan ini menjadikan negara kita sebagai negara demokrasi yang terbesar di dunia, karena jumlah penduduknya yang di atas 235 juta.
Karenanya untuk berlaga di pemilihan langsung perlu dana tinggi sebagai biaya kampanye. Para pemimpin daerah (atau presiden juga?) ‘menghutang’ dari para ‘investor’. Investor berharap hasilnya berlipat bila calonnya berhasil menjadi kepala daerah dengan penunjukan langsung pada pengerjaan proyek. Setelah mereka berhasil menjadi pemimpin daerah, maka mereka membayar ‘hutang’ dengan hidden salary itu.
Karena itu tak aneh, kalau seorang calon kalah apalagi kalahnya tipis atau merasa kansnya menang sebelumnya, mereka akan berjuang habis-habisan di ranah hukum. Bahkan kerap kali mengerahkan massa untuk mendemo atau ‘menggoyang’ calon yang menang.
Pemilihan langsung ini ternyata ada efek negatifnya. Menjadikan high cost dan menguras banyak energi kita. Belum biaya sosial yang ditanggung oleh masyarakat dari kekacauan yang ditimbulkan. Padahal permasalahan bangsa ini masih banyak dan sebagian besar masih belum terpecahkan dari waktu ke waktu misal: pendidikan mahal, kesehatan mahal, miskin infrastrukstur dan lainnya.
Meski masih belum sempurna, tapi ini sebuah kemajuan yang luar biasa. Kalau kita lihat negara-negara maju, mereka sudah berpaham pada demokrasi. Demokrasi ini mendorong transparansi dan akuntabilitas yang tinggi pada pemerintahan. Sehingga mendorong kemajuan pembangunan.
Belum sempurnanya pemilu jangan menjadikan kita menyalahkan demokrasi. Tapi justru itu, kita harus terus menyempurnakannya. Kewajiban kitalah sebagai warga negara yang baik untuk urun rembug seperti yang sudah saya lakukan dengan membuat tulisan ini.
Pemilu Mahal Dan Susah
Sekarang kita lihat bagaimana susah dan mahalnya sebuah pemilu. Susah karena ternyata alurnya begitu panjang, berjejang-jenjang untuk prosesnya. Akibatnya tentu saja mahal. Kita ambil contoh pemilihan kepala daerah setingkat kabupaten/kota yakni pemilihan bupati/walikota.
Pemilih mendatangi TPS (Tempat Pemungutan Suara) terdekat yang sudah ditunjuk. TPS ini diselenggarakan oleh KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara). Dalam penyelenggaraannya KPPS diawasi oleh sejumlah saksi yang mewakili pihak yang berebut suara (berkompetisi). Juga dari badan pengawas pemilu (panwaslu/panitia pengawas pemilu) yang sudah terbentuk.
Setelah suara dihitung dan disaksikan oleh saksi-saksi, diserahkan ke PPS (Panitia Pemungutan Suara) di tingkatan desa/ kelurahan. Lalu selanjutnya dikirim ke PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) di tingkat kecamatan. Selanjutnya ke tingkat kabupaten/kota yang oleh KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) setempat dihitung hasil suara total secara keseluruhan. Di KPUD ini diumumkan hasilnya secara resmi
Melihat alur yang demikian panjang ini, wajarlah hasil keseluruhannya memakan waktu lama. Dan rawan manipulasi. Sehingga kadang pihak-pihak yang berkompetisi menjadi tidak sabar dan tidak terima hasil yang ditetapkan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) atau KPUD.
Usulan Pemilu Murah dan Transparan Menggunakan SMS
Karena inilah, saya mempunyai ide untuk membuat sistem penghitungan yang mudah, murah dan manfaat (3M) untuk mengatasi masalah ini. Yakni dengan program SmsVote.
SmsVote adalah program aplikasi (software) yang diinstall di komputer dengan memanfaatkan GSM/CDMA modem untuk menerima data via SMS berisi hasil penghitungan suara yang dikirim oleh panitia melalui HP (handphone).
Tujuannya adalah mengurangi dampak sosial yang sering terjadi setelah adanya pemilu. Banyak pemilu yang diselenggarakan menimbulkan konflik atau gesekan antara golongan masyarakat. Bahkan sudah banyak menimbulkan korban. Ketidakpuasan dan saling tuding mencurangi kerap menghiasi pemilu-pemilu tersebut. Perselisihan ini malah sudah sampai masuk ke ranah hukum.
Bila program ini dipakai oleh KPUD atau KPU, diharapkan mereka dapat melihat hasil pilkada langsung dari sumber yang terpercaya, juga memonitor proses penghitungan pilkada. Sehingga diharapkan program ini meminimalkan kecurangan, meningkatkan transparansi, dan mengurangi gesekan-gesekan yang bisa menimbulkan perselisihan.
Kasus-Kasus Pilkada Beberapa Daerah Di Indonesia:
SmsVote ini diinstall di komputer yang dimiliki oleh KPU/KPUD. GSM/CDMA modem digunakan sebagai tempat menampung keseluruhan SMS yang dikirim panitia. Alasan menggunakan GSM/CDMA modem karena memiliki keunggulan dibanding HP. Untuk operator bisa apa saja tergantung jenis modem, misal kalau GSM modem bisa menggunakan jasa operator XL.
Keunggulan GSM /CDMA Modem dibanding HP:
Prosesnya sederhana. Panitia yang ditunjuk kandidat mengirim hasil pemilu di suatu TPS via SMS, dengan mengetik misal “tps#sk001#100#98#70”. SMS yang dikirim ini diterima oleh GSM/CDMA modem.
SMS yang diterima ini dikirim ke program SmsVote untuk dimasukkan ke database. Lalu dari data yang masuk, program SmsVote melakukan rekapitulasi dan penghitungan hasil suara yang masuk. Dan menampilkannya di program SmsVote.
SMS yang dikirim haruslah mengikuti aturan yang sudah dibuat oleh SmsVote. Misal harus dimulai dengan “tps”. Ini seperti keyword, yang merupakan tanda bagi SmsVote untuk memprosesnya yakni menyimpan sms yang diterima ke database. Bila tidak ada keyword ini, dianggap sebagai SMS biasa.
Contoh sms yang dikirim
Lalu diikuti tanda pagar (#). Tanda # ini menjadi batas antara nilai (variable) satu dengan yang lain. Variable pertama adalah lokasi TPS yang ditandai dengan kode yang sudah ditentukan. Untuk contoh diatas adalah sk001, yang anggap saja adalah TPS yang ada di SDN Suko II di desa Suko kecamatan Sukodono Sidoarjo. Lalu diikuti dengan hasil perolehan pilkada masing-masing kandidat (ada 3 kandidat), yang dipisahkan oleh tanda #.
Panitia dapat mengirim hasil pilkada dari keseluruhan TPS yang ada. Bila kekurangan anggota/tim, bisa saja seseorang yang ditunjuk dapat mengirim hasil pemilu di beberapa TPS, misal di sebuah desa. Ini bukan hal yang sulit, karena tinggal kirim SMS.
Tahapan SmsVote
Karena penghitungan dilakukan oleh SmsVote segera setelah SMS masuk, maka hasil pemilu di suatu daerah waktu itu juga langsung diketahui. Penghitungan ini bisa dikatakan sebagai quick count. Namun lebih valid. Karena quick count yang dilakukan umumnya, hanya mengambil sample suatu daerah, bukan secara keseluruhan. Sedangkan SmsVote adalah semua daerah yang datanya dikirim.
Program SmsVote
Program SmsVote diinstall di suatu komputer bisa desktop atau laptop. Dengan menggunakan OS Windows 98/ME/NT/2000/XP ataupun Linux. SMS yang diterima oleh GSM/CDMA modem, akan dikirim ke program SmsVote dengan bantuan gateway.
Gateway yang digunakan adalah kannel atau smsnow. Isi SMS yang diterima oleh SmsVote akan dimasukkan ke database MySQL. Database ini opensource, sehingga legal dan hampir tidak ada biaya yang dikeluarkan.
Lalu SmsVote melakukan rekapitulasi dan penghitungan data yang ada di database. SmsVote menggunakan bahasa pemrograman PHP yang bersifat opensource juga. Sehingga legal dan hampir tidak ada biaya yang dikeluarkan. SmsVote ini berjalan diatas web service yang menggunakan program Apache. Aplikasi web servirce Apache ini bersifat gratis karena juga open source.
Untuk menggunakan SmsVote ini user cukup menggunakan aplikasi browser seperti IE (Internet Explorer) yang sudah ada di windows (gratis). Atau browser lainnya seperti Mozilla, yang gratis.
Kesimpulan Dan Saran
Diharapkan dengan adanya program SmsVote ini, pemilu dapat dilakukan penghitungan cepat (quick count) dan memonitor hasil pilkada. Sehingga diharapkan tidak adanya lagi friksi/gesekan yang merugikan kita semua. Sehingga harapannya proses demokrasi tetap berjalan di negara kita tercinta, tanpa ada gejolak-gejolak lagi.
Pengadaan (investasi) yang murah, pengoperasian yang mudah, juga manfaatnya yang berguna bagi pemilihan umum daerah/nasional diharapkan KPU/KPUD dapat menggunakan SmsVote ini untuk kegiatan monitoring. Serta penghitungan hasil suara dengan cepat (quick count) pemilu/pilkada di daerahnya masing-masing.
~~~
*Mochamad Yusuf adalah individu Indonesia yang selalu prihatin terhadap pemilu (termasuk pilkada) yang makan biaya tinggi tapi kadang hasilnya kisruh. Penulis yang menginginkan demokrasi tapi tetap adanya prioritas pembangunan demi kemakmuran bangsa dan negara Indonesia. Anda dapat menemuinya di http://m.yusuf.web.id.