Ada hal yang menarik saat halal-bihalal di kampus kemarin. Ada kegiatan ‘pembekalan’ oleh psikolog Astrid Wiratna. Tema hari itu sebenarnya berat, “membentuk karakter bangsa dengan pendidikan.” Tapi dia sendiri mengangkat tema ringan “membuat kelas produktif.”
Yang ingin saya garis bawahi dari pembekalannya Astrid adalah para guru di Amerika sangat worry kalau siswa-siswanya tidak jujur, tidak inisiatif, tidak kreatif dll. Mereka tidak worry kalau tidak bisa membaca, menulis, berhitung dll.
Karena menurut mereka kemampuan seperti ini bisa dipelajari dengan intens hanya 6 bulan. Tapi karakter seperti jujur, integritas, kreatif, inisiatif harus dipelajari dalam waktu lama. Berapa lama? 15 tahun!
Saya di situ sebenarnya sebagai dosen. Tapi saya tersentak sebagai orang tua yang anak-anak masih duduk di bangku SD. Betulkah saya jadi lebih care masalah kemampuan seperti menulis, membaca, rumus Archimedes dll?
Tapi hati saya masih agak tenang, karena anak-anak sekolah di sekolah agama terpadu. Saya tahu sekolah ini lebih bertujuan membentuk karakter daripada kemampuan menulis, membaca, rumus Newton dll.
Apakah karena ini bangsa Amerika lebih unggul daripada yang lain? Mereka lebih ingin sebagai inventor daripada pengekor. Mereka punya malu kalau punya kesalahan. Dan mundur dulu sebelum diketahui orang banyak.
Di sini meski jelas salah, masih tertawa-tawa saja. Bahkan sudah terbukti berbuat asusila, seperti penyanyi dan artis top, tetap saja masih tak bersalah. Di sana, mungkin sudah tamat karirnya.
Adakah yang salah dengan pemikiran/konsep kita terhadap pendidikan?
(Btw, sebenarnya seminar itu membandingkan konsep pendidikan beberapa negara. Yang saya paparkan konsep pendidikan di AS).
Bagaimana pendapat Anda?
Berat sebenarnya membuat kelas yang produktif ini. Terima kasih sharingnya.