Saat saya utarakan ke teman-teman KKN, mereka menyangsikan. Pesimis. Demikian juga saat saya utarakan ke beberapa warga, mereka tidak antusias dengan ide saya. Tapi saya percaya, mereka pada dasarnya bisa melakukannya. Asal ada seseorang yang bisa menginpirasi, memotivasi dan mendorongnya. Harusnya itu adalah pemimpinnya.
Oleh: Mochamad Yusuf*
Pada 1994 saat kuliah saya ber-KKN (Kuliah Kerja Nyata) di sebuah desa di selatan kota Gresik. Tidak seperti bayangan saya yang menganggap Gresik kota santri, di sana hampir berbalikan. Saat shalat jumat misalnya, saya hanya menyaksikan 2 baris saja. Itu pun anak-anak semua. Saat selesai shalat Jumat, saya keliling desa melihat para orang dewasanya hanya duduk di teras atau bermalasan. Tidak peduli harusnya shalat Jumat.
Kebalikannya kalau ada hajatan. Begitu ramai sampai bermalam-malam. Dan acaranya adalah menyewa ‘ledek’. Sebuah kesenian tradisional, dimana ada penari perempuan yang akan mau menari bareng (kadang secara erotis) dengan tamu. Asal ada selipan uang yang akan diberikan padanya. Tentu saja ada bir hitam sebagai sajiannya.
Saya prihatin dengan hal ini semua. Maka saat ada hari besar Islam, hari Isra’ Mi’raj, saya ingin mengajak para warga menyelenggarakan sebuah acara. Memperingatinya dengan sebuah kegiatan, yakni pengajian.
Saat saya utarakan ke teman-teman KKN, mereka menyangsikan. Pesimis. Demikian juga saat saya utarakan ke beberapa warga, mereka tidak antusias dengan ide saya. Tapi saya percaya, mereka pada dasarnya bisa melakukannya. Asal ada seseorang yang bisa menginpirasi, memotivasi dan mendorongnya. Harusnya ini adalah pemimpinnya. Dan pemimpin desa itu tidak bisa diharapkan karena sibuk mengurus proyek di luar desa.
Maka suatu ketika saya undang semua para tetua desa di masjid. Saya utarakan ide saya untuk mengadakan sebuah pengajian untuk memperingati hari Isra’ Mi’raj. Benar seperti yang disangsikan teman-teman KKN, para warga desa tidak antusias.
Mulailah saya memotivasi mereka, perlu dan pentingnya memperingati hari besar agama tersebut. Saya mulai mendaftar apa yang menjadi kendala bila mengadakan acara ini. Satu per satu merekea mengemukakan berbagai alasan. Dan secara pelan-pelan saya patahkan alasan-alasan mereka.
Akhirnya mereka sadar dan mau mengadakan pengajian. Namun mereka berasalan tidak ada dana. Mereka memang orang-orang miskin. Maka saya tulis perencanaan anggaran di papan tulis. Dari situ saya mencoret apa yang tidak diperlukan, seperti pembicara pengajian tidak perlu membayar, karena itu menjadi tanggungan tim KKN.
(Saya punya teman yang pintar dakwah yang juga KKN di desa lain tapi masih 1 kecamatan. Dan saya minta untuk memberikan pengajian secara gratis. Dia setuju, meski dengan syarat harus dijemput).
Akhirnya diketahui total pengeluaran adalah 75.000. Saya katakan 25.000 akan disumbang oleh tim KKN. Dan saya katakan juga, saya akan mencarikan donatur di kota Surabaya. Karena melihat kesanggupan dan mungkin niat saya, mereka juga berusaha mencari anggaran sisanya. Rencananya 25.000 akan mereka mintakan pada kas desa dan 25.000 lainnya dari kas masjid. Jadi sebenarnya sudah tidak ada masalah lagi anggarannya. Tinggal jalan.
Mereka yang awalnya ragu jadi tergerak dan keluar berbagai ide-ide. Akhirnya mulailah berbagi tugas dan kita bubar dengan perasaan bersemangat. Dan berjanji mengadakan pertemuan berikutnya. Pulang dari masjid, saya senang dengan hasil positif pertemuan itu.
Hari demi hari berlalu. Awalnya saya terus mengikuti perkembangan persiapan pengajian ini, tapi karena kesibukan ber-KKN yang tidak hanya berkutat pada pengajian, saya mulai tidak mengikuti pertemuan-pertemuan.
Tapi tetap secara jauh saya mengawasi, seperti suatu ketika saya lihat beberapa spanduk yang memberitakan adanya pengajian ini. Yang saya kaget, kok pembicaranya ada 2. Yang satu, jelas teman saya. Tapi yang satunya pembicara wanita, yang saya tahu adalah pembicara kondang di Jawa Timur bagian utara.
Melihat ini saya datangi panitia, saya tanyakan mengapa harus mengundang pembicara lagi. Saya khawatir anggaran jadi membengkak, karena jelas HR-nya sangat besar. Namun mereka bilang, “Jangan khawatir mas Yusuf. Semua sudah ada dananya.” Karena mereka mengatakan hal ini, saya tenang.
Namu kejutan-kejutan demi kejutan datang. Setiap malam para karang taruna latihan band. Ternyata mereka menyiapkan sajian hiburan. Saya tersentak, mereka warga desa miskin ternyata punya band. Saya senang sekaligus bangga.
Dan kejutan terbesar adalah saat hari H-nya. Mulai pagi para tamu sudah berdatangan. Dan saat Ashar sudah mulai ada kesibukan. Dan puncaknya saat Maghrib. Desa yang gelap gulita itu, karena listrik PLN belum masuk ke desa itu, jadi ramai dan semarak.
Di mana-mana pengunjung. Parkir motor dan mobil membeludak. Tamu-tamu tidak saja datang dari desa sebelah bahkan dari kecamatan yang beda kota juga hadir. Desa penuh dengan orang. Sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Semakin malam semakin ramai. Dan puncaknya saat ceramah yang diberikan pembicara wanita tersebut.
Luar biasa! Sukses besar. Semuanya senang. Bertahun-tahun tidak ada acara yang memperingati keagamaan di desa itu. Sekali mengadakan sukses besar. Desa dan perangkatnya mendapat nama harum. Para karang taruna bisa menunjukkan bakatnya bermusik. Warga mendapat hiburan sekaligus siraman rohani. Mereka terharu.
Saya tentu saja bangga. Karena kesuksesan ini hanya modalnya cuma sekali pertemuan dan uang 25.000! (sepertinya saya tidak berhasil membawa banyak dana donatur, seingat saya hanya seorang teman yang mau memberi sumbangan).
Dari hal ini saya mendapat pengalaman, bahwa pada dasarnya manusia bisa diinspirasi, dimotivasi dan digerakkan. Setelah mereka tergelinding, mereka sudah bisa bergerak sendiri. Malah kencang. Bila awalnya mereka ragu dengan dana, akhirnya saya tahu mereka bisa mengumpulkan dana sampai 750.000 sebagai pengeluaran. 10 x lipat dari awal perencanaan!
Demikian juga di kantor, lembaga atau perusahaan.
Kalau kantor, lembaga atau perusahaan, para karyawannya terlihat ‘jumud’, statis, tidak bersemangat, apatis dan tidak berprestasi, itu mungkin kesalahan pada Anda. Anda sebagai pemimpinnya. Bukan mereka, para karyawan, yang menjadi bawahan Anda.
Anda bisa menggerakan mereka ke arah kemajuan. Bukan dengan ancaman. Bukan dengan marah-marah. Bukan dengan hanya suruh-suruh. Tapi dengan menginspirasi, memotivasi dan menggerakan mereka.
Anda harus mendengarkan keluhan dan hambatan yang mereka alami. Anda harus membantu mencarikan solusinya. Bahkan kalau perlu Anda membantu secara penuh termasuk finansial. Bila demikian, bisa berharap perusahaan Anda menjadi maju.
Selamat menginpirasi dan memotivasi. [TSA, 28/4/2014 tengah malam]
<em><strong>Kerja 4 As</strong> adalah serial tulisan berkaitan dengan dunia kerja, problematika kantor dan solusinya, tip & trik serta ke-SDM-an (Sumber Daya Manusia). Anda bisa membaca artikel Kerja 4 As lainnya di: <a href="http://www.enerlife.web.id/category/kerja-4as/">http://enerlife.web.id</a>.</em>
*Mochamad Yusuf adalah online analyst, konsultan tentang online communication, pembicara publik tentang IT, host radio, pengajar sekaligus praktisi IT. Aktif menulis dan beberapa bukunya telah terbit. Yang terbaru, “Jurus Sakti Memberangus Virus Pada Komputer, Handphone & PDA”. Anda dapat mengikuti aktivitasnya di personal websitenya, http://yusuf.web.id atau di Facebooknya, http://facebook.com/mcd.yusuf.
Pingback: Pemimpin Harusnya Menginspirasi, Memotiv | ..| Home of Mochamad Yusuf |..