Saya cukup masygul mendengar berita ini. Awalnya premium langka diduga karena rush, transportasi telat sampai masalah DO. Tapi yang benar karena SPBU tak mau rugi! Hah! Sampai beginikah mental mereka?
Oleh: Mochamad Yusuf*
Ada cerita cukup menarik yang berkaitan dengan krisis moneter 1997 silam. Krisis itu juga melanda salah satu macan asia yakni Korea Selatan. Di sana rakyatnya bahu-membahu membantu pemerintah dengan menyumbangkan kekayaan mereka. Ada yang nyumbang uang, perhiasan: anting, gelang, kalung, kendaraan dan lainnya. Mereka dengan sukarela membantu negaranya supaya tidak terjerembab lebih dalam di kubangan krisis moneter.
Namun apakah yang terjadi di Indonesia? Rakyatnya ramai-ramai menarik uangnya. Orang-orang kaya melarikan uangnya ke luar negeri. Mereka tidak peduli dengan keadaan negaranya. Bahkan sampai detik ini ada konglomerat yang melarikan diri sambil membawa uang rakyat trilyunan. Juga banyak aparat yang kongkalikong hanya memperkaya diri (jaksa Urip dkk) tak mempedulikan keadaan rakyat dan negaranya.
Kembali ke premium. Para SPBU tak mau rugi karena mereka belinya dengan harga 6.000 namun harus dijual dengan harga 5.500. Untuk menunjukkan kekecewaan ini, mereka ‘demo’ dengan menutup SPBU mereka dengan papan ala kadarnya ‘Premium Habis’.
Kok mereka seperti itu ya? Ketika harga premium naik, dan ini sering kali dibanding turun, apakah mereka tidak mengembalikan keuntungannya kepada pemerintah? Kalau harga naik, banyak keuntungan, mereka diam saja. Namun ketika harga turun, ada kerugian, mereka protes.
Mereka tak peduli, apakah ada yang rugi karena bisnisnya tak jalan. Atau menjadi mahal (sampai 8000-an di eceran). Tak peduli. Bahwa harga turun itu sudah keputusan pemerintah yang menguntungkan dan diharap banyak rakyat. Tak peduli!
Orang juga tak peduli untuk menyelundupkan pupuk bersubsidi ke luar negeri untuk dijual lagi, padahal petani di jawa khususnya di jawa timur kekurangan pupuk murah. Tak peduli. Kalau dulu waktu harga premium murah dibandingkan negara tetangga, banyak orang juga tak peduli menjual premium murah itu ke negara tetangga untuk keuntungan pribadi. Semuanya tak peduli!
Ah itu hanya golongan tertentu.
Coba kita lihat keadaan sekeliling kita. Kalau ada kecelakaan, berapa banyak yang menolong dibanding yang menonton? Coba lihat di perempatan lalu lintas, sepeda motor berlomba-lomba untuk saling mendahului di depan. Tak peduli kendaraan dari arah lain yang boleh jalan lewat dan menimbulkan celaka. Coba kita lihat yang lain. Banyak yang naik haji berkali-kali, tak peduli tetangga atau saudara bahkan karyawannya yang butuh pertolongannya. Tak peduli!
Mengapakah hal ini bisa terjadi? Apa sebabnya?
Saya tak tahu jawaban yang tepat untuk pertanyaan ini. Salah satu jawaban yang timbul adalah rakyat tak percaya kepada pemerintahnya. Rakyat tak percaya kepada pemimpinnya. Buat apa saya berkorban kepada pemerintah, kalau itu justru memperkaya aparat pemerintahnya. Mungkin, pikir mereka seperti itu.
Entahlah. Adakah anda punya jawaban terhadap pertanyaan saya ini?
~~~
*Mochamad Yusuf adalah konsultan digital marketing, pembicara publik, youtuber, pengajar sekaligus praktisi TI. Aktif menulis dan buku best sellernya, “99 Jurus Sukses Mengembangkan Bisnis Lewat Internet”. Anda dapat mengikuti aktivitasnya di websitenya http://enerlife.id atau di Facebooknya, http://facebook.com/enerlife .